JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan untuk membatasi masa jabatan ketua umum partai politik (parpol) maksimum 10 tahun dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dalam sidang pembacaan putusan pada Senin (31/7/2023).
Dengan ini, maka masa jabatan ketum parpol tetap berdasarkan regulasi internal tanpa kewajiban mengacu pada pembatasan tertentu sesuai UU Partai Politik.
Majelis hakim menilai, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menggugat.
"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Permohonan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan konklusi putusan, Jakarta, Senin (31/7/2023).
Baca juga: Setuju MK Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol, Pakar: Di Indonesia, Partai Mirip Perusahaan Keluarga
Gugatan nomor 69/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh warga Nias bernama Eliadi Hulu, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) bernama Saiful Salim, Andreas Laurencius yang mengaku sebagai pengurus badan penanggulangan bencana DPP Partai Golkar, dan anggota Parta Nasdem bernama Daniel Heri Pasaribu.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, Eliadi Hulu dan Saiful Salim tidak punya kedudukan hukum karena bukan anggota parpol, meski keduanya mengaku ingin bergabung ke parpol tertentu.
Majelis hakim menilai, tidak jelas potensi kerugian konstitusional mereka akibat tidak adanya pembatasan masa jabatan ketum parpol.
Sementara itu, Andreas Laurencius juga dinilai tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak bisa membuktikan dirinya anggota Partai Golkar, apalagi pengurus Golkar. Dalam persidangan, Andres tak bisa menunjukkan kartu tanda anggota partai.
Kemudian, Daniel Heri Pasaribu yang bisa membuktikan bahwa dirinya anggota Partai Nasdem, dianggap tidak memenuhi kedudukan hukum pula karena bukan merupakan pengurus partai.
Di sisi lain, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) yang menilai bahwa permohonan itu tetap tak beralasan.
"Seandainya para pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing), quod non, pokok pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum sehingga norma a quo tetap konstitusional," kata Arief.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Jabatan Ketum Parpol, Mantan Ketua DPD RI: Keputusan Tepat
Dalam gugatan ini, Eliadi cs menguji konstitusionalitas Pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".
Pasal ini dianggap merugikan hak konstitusional mereka karena tidak ada batas masa jabatan ketum parpol dalam pasal tersebut.
Mereka meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi, "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut."
Mereka menjadikan PDI-P dan Partai Demokrat menjadi contoh dari akibat ketiadaan syarat maksimum masa jabatan ketua umum parpol yang menimbulkan dinasti politik.