Sementara itu, Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta."
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto berdalih bahwa video kader PDI-P yang berisi ajakan memilih itu adalah kampanye.
"Berdasarkan aturan pemilu, yang tidak boleh itu adalah pertama, kampanye sebelum saatnya yang dilakukan oleh tim kampanye. Kami belum memiliki tim kampanye," kata Hasto saat ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Hasto menegaskan bahwa tim kampanye PDI-P baru akan didaftarkan ke KPU usai pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden resmi ditetapkan.
Hal kedua, menurut Hasto, sejauh ini bahkan visi-misi capres dan cawapres belum disampaikan. Sebab, KPU sendiri disebut belum mencapai tahapan penetapan paslon Pilpres 2024.
Hasto mengeklaim apa yang disampaikan para kepala daerah PDI-P itu hanyalah bagian pendidikan politik kepada masyarakat.
Baca juga: Hasto Nilai Video Kepala Daerah Kader PDI-P Ajak Pilih Ganjar Bukan Bentuk Kampanye
"Itu merupakan tugas dari partai politkk termasuk kepala daerah yang juga diusung oleh partai politik melakukan sosialisasi terhadap calon yang diusung oleh masing-masing partainya. Agar rakyat tahu ini bagian dari pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia," sebut Hasto.
Sementara itu, Titi menilai, Bawaslu tak memiliki celah untuk berkelit menindak PDI-P karena melancarkan ajakan memilih sebelum masa kampanye.
Menurut Titi, Bawaslu berwenang menangani pelanggaran administrasi pemilu yang berkaitan dengan penyelewengan tata cara, prosedur, dan mekanisme tahapan pemilu.
Dengan berbagai kewenangan yang sudah dibekali, Bawaslu harus bersikap adil dan tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu 2024, sebagaimana diatur Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Titi menambahkan, Bawaslu akan dianggap melakukan tindakan diskriminatif jika membiarkan PDI-P curi start kampanye. Apalagi, PDI-P merupakan satu-satunya partai politik yang melampaui ambang pencalonan presiden.
"Kalau kemudian ada tindakan-tindakan yang dianggap memperlakukan tidak sama peserta pemilu itu kan sudah melanggar secara administratif prosedur yang ada di dalam UU Pemilu," jelas Titi.
"Maka Bawaslu itu mestinya lebih bisa progresif memanfaatkan otoritas yang sangat besar pada diri mereka di dalam menyelesaikan pelanggaran administratif," lanjutnya.
Baca juga: Belum Masa Kampanye, Gibran hingga FX Rudy Sudah Ajak Warga Pilih PDI-P dan Ganjar
Sanksi administratif dari Bawaslu, bahkan sekecil teguran, menurut Titi, sudah memberi efek moral politik yang besar untuk peserta pemilu lainnya maupun untuk publik.
"(Bawaslu) jangan selalu bilang kami menunggu temuan, menunggu laporan," ucap Titi.