JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan, pembatasan usia minimal pencalonan presiden dan wakil presiden tidak bisa disebut sebagai pelanggaran HAM.
Pasalnya, hak politik bukan salah satu HAM yang tidak dapat dikurangi atau non-derogable rights dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun.
"Selama ini pengaturan soal batas usia capres-cawapres sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Demikian juga batasan usia bagi pemilih, calon anggota legislatif, calon anggota DPD," kata Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi melalui pesan singkat, Selasa (22/8/2023).
"Pembatasan atau pengaturan seperti itu tidak dapat disebut pelanggaran HAM karena sudah memenuhi beberapa asas," sambung dia.
Baca juga: Muncul Gugatan Syarat Usia Maksimal Capres, Kubu Prabowo Contohkan Pemimpin Gaek Dunia
Asas yang dimaksud seperti hak hidup, hak tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Oleh sebab itu, kata Pramono, pembatasan HAM terkait politik diperbolehkan dengan beberapa syarat.
"Seperti memenuhi prinsip legalitas, yakni pembatasan itu diatur dalam Undang-Undang atau pengadilan," imbuh dia.
Selain itu, pembatasan diperbolehkan jika didasarkan pada alasan yang kuat, masuk akal, dan tidak berlebihan.
Baca juga: Dugaan Cawe-Cawe Jokowi di Balik Syarat Usia Capres-Cawapres, Mungkinkah Gibran Maju?
Kemudian, pembatasan diperbolehkan dengan syarat non-diskriminatif dalam hal ini memuat pembatasan yang membedakan berdasarkan agama, ras, suku, bahasa, jenis kelamin, keyakinain politik, atau status sosial tertentu.
Pramono berpendapan, jika sudah memenuhi asas tersebut, dan masih ada beberapa pihak yang ingin dilakukan uji materi, hal tersebut sepenuhnya jadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Maka biarlah hal itu kita serahkan kepada para Hakim MK unutk membuat putusan yang seadil-adilnya," ucapnya.
Sebelumnya, Pusat Informasi & Jaringan Aksi Reformasi (Pijar) Indonesia Sulaiman Haikal mempertanyakan peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dinilai bungkam dalam pembatasan usia calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres).
Karena menurut Haikal, pembatasan usia minimal 40 tahun untuk pendaftaran capres-cawapres adalah tindak pelanggaran HAM dan diskriminatif.
"Ada empat aspek yang dapat disebut sebagai tindakan diskriminasi, yakni pengutamaan, pengecualian, pembedaan, dan pelarangan" katanya.
Padahal, kata Haikal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, diskriminasi didefinisikan sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa.
Selain itu, Haikal menyebut Komnas HAM memiliki fungsi yang harus menjadi garda dalam penegakan HAM, termasuk praktek politik dan pemerintahan.
"Komnas HAM harus menyatakan sikapnya. Ini penting, agar bangsa Indonesia dapat memperoleh pemilu yang berkualitas dan bebas diskriminasi di tahun 2024," imbuh Haikal.
Adapun terkait dengan isu pembatasan usia minimal capres-cawapres semakin sering terdengar setelah dilayangkan gugatan ke MK.
Saat ini MK menangani dua perkara uji materi terkait syarat minimum usia dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.
Perkara pertama yakni nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader PSI Dedek Prayudi.
PSI meminta batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai sekurang-kurangnya 35 tahun, seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Sementara itu, pada perkara kedua bernomor 51/PUU-XXI/2023. Penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Penggugat meminta agar batas usia minimum capres-cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.