Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara Dinilai Tak Mendesak dan Bawa Kemunduran

Kompas.com - 18/08/2023, 12:49 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai, gagasan mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sebagai lembaga tertinggi negara tidak urgen. Malahan, usulan tersebut dinilai berpotensi membawa kemunduran demokrasi.

“Gagasan amendemen UUD 1945 yang diusulkan saat ini tidak mendesak dan justru menunjukkan kemunduran yang kental dengan otoritarianisme,” kata Peneliti PSHK, Violla Reininda, kepada Kompas.com, Jumat (18/8/2023).

“Selain itu, usulan amandemen UUD 1945 juga tidak mengindikasikan upaya penguatan ketatanegaraan, rule of law, dan demokrasi di Indonesia,” tuturnya

Baca juga: Kompaknya MPR dan DPD Usulkan MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi Negara...

Menurut PSHK, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sudah tidak relevan dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini. Gagasan tersebut bahkan cenderung melemahkan sistem presidensiil yang telah dibangun selama era Reformasi.

Violla mengatakan, ide tersebut bukan solusi yang tepat untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dan penyerapan aspirasi publik dalam pembentukan kebijakan.

Ketimbang mengusulkan perubahan konstitusi untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, MPR yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD diminta untuk fokus pada upaya perbaikan proses pembentukan dan substansi legislasi.

Sebab, masih banyak persoalan dalam proses pembentukan sejumlah undang-undang. Misalnya, terkait pelibatan partisipasi publik, aksesibilitas dan transparansi dokumen, serta akuntabilitas proses pembentukan undang-undang.

“Misalnya, tecermin pada pembentukan UU Kesehatan dan Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU,” ujar Violla.

Baca juga: Bamsoet Usul MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi Negara, Sepakat dengan Megawati

Apalagi, performa pencapaian legislasi di DPR masih belum memuaskan. Terhitung sejak 2019 hingga ditutupnya masa sidang ke-V tahun 2022-2023, DPR bersama pemerintah “hanya” menyelesaikan 64 rancangan undang-undang (RUU) menjadi UU.

Apabila dibandingkan dengan jumlah RUU prioritas pada 2019-2024 yaitu sebanyak 259 RUU, capaian itu baru mencapai 25 persen. Padahal, masa jabatan legislator hanya tersisa satu tahun.

Lebih dari itu, jumlah 64 RUU yang disahkan tidak seluruhnya merupakan UU yang diprioritaskan pada Program Legislasi Nasional 2019-2024.

“Meski pembahasan RUU prioritas tahun 2023 belum usai, catatan PSHK menunjukkan besarnya potensi capaian pengesahan RUU tidak mencapai target,” kata Violla.

Violla menyebut, tanpa adanya komitmen perbaikan dalam proses pembentukan undang-undang, amendemen konstitusi hanya akan menjadi forum konsolidasi elite politik untuk melanggengkan kekuasaan.

Dikhawatirkan, perubahan fundamental dalam UUD 1945, seperti mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, bakal mengesampingkan nilai-nilai partisipasi publik dan penguatan ketatanegaraan, sehingga berpotensi menghadirkan amendemen konstitusi yang inkonstitusional.

“Berdasarkan catatan-catatan yang telah diuraikan di atas, PSHK mendesak MPR untuk menghentikan upaya amendemen UUD 1945, utamanya terkait penghidupan kembali pokok-pokok haluan negara, menempatkan MPR sebagai lembaga tinggi negara, dan mengembalikan utusan golongan dan utusan daerah di MPR,” tutur Violla.

Baca juga: Alasan MPR dan DPD Dukung Ide Pemilihan Presiden Tak Langsung Diterapkan Lagi

Halaman:


Terkini Lainnya

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com