"Munaslub itu adalah institusi tertinggi di Golkar. Jadi kalau dijadwalkan munaslub dan semua kabupaten/kota dikumpulkan se-Indonesia, terus memberikan dukungan kepada capres yang diputuskan, kan tambah kuat. Daripada hanya 38 DPD. Maka Golkar akan makin solid. Bahwa di situ terjadi perubahan ketum atau tidak, tergantung DPP," jelas Ridwan.
Adapun Ridwan merupakan sosok yang belakangan ini gencar menyuarakan munaslub. Beberapa bulan terakhir, dia mewacanakan pergantian ketua umum Golkar lewat forum musyawarah luar biasa itu.
Sementara, mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yakin partai beringin punya pertimbangan sendiri untuk mendukung Prabowo ketimbang ngotot mencalonkan Airlangga sebagai presiden. Menurut Kalla, Golkar mencoba realistis sehingga urung mengusung Airlangga sebagai calon RI-1.
"Ya kalau sulit kan, orang Golkar-nya juga itu melihat kenyataan yang ada," ujar Kalla saat ditemui di Markas PMI Pusat, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu pun mengaku tetap mendukung keputusan Golkar yang memilih Prabowo sebagai capres. Sebab, dia memahami kondisi politik saat ini tidak berpihak kepada Golkar.
"Kondisi politik yang ada kan sulit, (Golkar) harus kerja sama," ucap Kalla.
Melihat ini, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, menilai bahwa pernyataan Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam ada benarnya.
Jika Airlangga telah mendapat mandat sebagai capres melalui forum Munas Partai Golkar, maka, mengubah arah dukungan ke Prabowo Subianto juga harusnya melalui forum serupa.
“Ada benarnya jika mengikuti konstruksi berpikirnya anggota Dewan Pakar Partai Golkar, jika ingin mengubah arah dukungan partai sebaiknya melalui mekanisme kepartaian,” kata Ari kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
Memang, kata Ari, Golkar pasti punya banyak pertimbangan hingga akhirnya batal mencapreskan Airlangga. Elektabilitas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu bisa jadi alasan utama.
“Jika merujuk hasil berbagai survei oleh sejumlah lembaga, harus diakui memang elektabilitas Airlangga sangat minimal sehingga tidak mencalonkan Airlangga adalah langkah yang bijak,” ujarnya.
Namun demikian, sebagai partai dengan massa pendukung yang begitu besar, menurut Ari, Golkar harusnya punya daya tawar yang tinggi.
Pada Pemilu 2019, perolehan suara Golkar hampir sama dengan Gerindra. Oleh karenanya, dalam gerbong koalisi pendukung Prabowo, setidaknya Golkar bisa berperan sebagai “asisten masinis” koalisi.
Baca juga: Golkar yang Akhirnya Dukung Prabowo dan Tak Jadi Masalah buat Internal
Ari pun menyebut, masuk akal jika kelak Golkar bersikukuh menginginkan kursi cawapres di internal poros pendukung Prabowo.
“Golkar sebagai kendaraan politik yang besar bahkan selevel Gerindra dalam perolehan suara di Pemilu 2019 akan sangat mubazir jika tidak menargetkan di posisi cawapres,” ucap Ari.
“Dengan modalitas politik yang dimiliki Golkar, sangat mubazir hanya menjadi penumpang koalisi,” tutur dosen Universitas Indonesia itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.