SELAMA janur kuning belum melengkung dalam relasi personal, segala kemungkinan masih dapat terjadi. Hal serupa tampaknya bisa menjadi analogi dalam penentuan akhir kondidasi kontestasi kepemimpinan nasional.
Partai Amanat Nasional (PAN), misalnya. Partai ini sempat terlihat intens berinteraksi bersama poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden yang hendak diusung di Pemilu Presiden 2024.
Baca juga: Ganjar Yakin PAN Dukung Dirinya Meski Belum Mantap Kerja Sama dengan PDI-P
Namun, Minggu (13/8/2023), PAN hadir dalam deklarasi pengusungan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024. PAN bergabung dengan tiga partai lain untuk mengusung Prabowo.
Berlokasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Prabowo mendeklarasikan diri kembali sebagai bakal calon presiden untuk Pemilu Presiden 2024. Empat partai politik berada di gerbongnya dalam deklarasi tersebut.
Keempat partai tersebut adalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Semua ketua umum hadir dan membuat pernyataan dalam deklarasi pengusungan Prabowo itu.
Baca juga: 3 Alasan PAN Dukung Prabowo Jadi Capres 2024
Di atas kertas Prabowo sudah mengantongi dukungan 50,48 persen kursi DPR hasil Pemilu 2019 dan 41,41 persen suara hasil Pemilu Legislatif 2019, dari keempat partai itu saja.
Seturut deklarasi Prabowo ini dan tekad PDI-P mengusung Ganjar Pranowo, boleh dibilang publik tinggal menanti kepastian Anies Baswedan berlaga atau tidak di Pemilu Presiden 2024.
Mengapa?
Pada dasarnya PDI-P dan Ganjar bisa melaju sendiri tanpa koalisi untuk mengusung pasangan calon di Pemilu Presiden 2024. Pada Pemilu Legislatif 2019, PDI-P mendapatkan 19,33 persen suara sah dan 24,38 persen kursi di DPR.
Baca juga: PDI-P yang Pede Saat Koalisi Prabowo Makin Gemuk...
Syarat pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah minimal perolehan 25 persen suara atau 20 persen kursi DPR dari hasil pemilu legislatif sebelumnya.
Tentu, PDI-P juga tidak berarti tak butuh koalisi. Upaya partai ini menggalang koalisi tetap berlanjut pula. Deklarasi dukungan untuk pencalonan Ganjar pun masih datang dari sejumlah partai politik, termasuk yang tak punya kursi di DPR.
Baca juga: FX Rudy: PDI-P Sudah Biasa Dikeroyok Saat Golkar dan PAN Gabung ke Prabowo Subianto
Dengan asumsi koalisi yang digalang Prabowo sudah solid, lalu PDI-P sebagai satu partai tersendiri juga telah punya kecukupan modal, tinggal empat partai pemilik kursi di DPR hasil Pemilu 2019 yang masih harus menentukan posisi.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam sejumlah kesempatan tampak didekati dan mendekati poros Ganjar. Namun, kumpulan partai pengusung Prabowo pun masih membuka tangan bila PPP hendak bergabung bersama empat partai itu.
Baca juga: Rommy PPP Yakin Ganjar Bisa Menang Lawan Prabowo
Adapun tiga partai politik lain—yaitu Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat—selama ini dilekatkan sebagai koalisi yang akan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden.
Yang jadi soal, belum kunjung ada deklarasi bersama dari ketiga partai itu sekaligus untuk pencalonan Anies. Walaupun, tak ada pula suara sejauh ini dari ketiga partai ini yang membatalkan pengusungan Anies sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024.
Baca juga: Menengok Peta Kekuatan Terkini Prabowo Vs Ganjar Vs Anies
Katakanlah komposisi ini tidak berubah hingga jadwal pendaftaran dan penetapan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada kurun 19 Oktober-25 November 2023, sejumlah kemungkinan yang muncul adalah:
Jika PPP semisal ternyata memilih bergabung ke poros Prabowo, bekal dukungannya bertambah menjadi 54,1 persen kursi DPR dan 45,93 persen suara sah hasil Pemilu Legislatif 2019.
Lalu, pada Pemilu 2019, ada tujuh partai politik peserta pemilu yang tidak mendapatkan kursi di DPR. Total perolehan suara ketujuh partai ini adalah 9,7 persen.Tinggal siapa saja yang bergabung ke mana untuk menguatkan bekal kandidasi.
Suara ketujuh partai ini tidak akan signifikan mengubah proyeksi koalisi, selama bukan partai-partai dalam peta kemungkinan di atas yang berubah posisi.
Baca juga: Kilas Balik Imbauan Jokowi Bentuk Koalisi Besar, Kini 4 Parpol Koalisi Pemerintah Dukung Prabowo
Misteri berikutnya dari semua asumsi dari fakta yang sudah muncul ke publik terkait kontestasi kepemimpinan nasional mendatang adalah siapa sejatinya bakal calon wakil presiden untuk setiap nama yang santer disebut sebagai bakal calon presiden di atas?
Sejauh ini, nama-nama yang disebut punya peluang menjadi bakal calon wakil presiden merentang panjang dari aneka rupa latar belakang. Sebut saja di antaranya Erick Thohir dan Sandiaga Uno, lalu Muhaimin Iskandar, juga ada Agus Harimurti Yudhoyono.
Ada sederet nama lain yang timbul tenggelam dalam "bursa" bakal calon wakil presiden. Uji materi soal batas umur bakal calon di pemilu presiden yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) pun ditengarai berkaitan dengan bursa bakal calon wakil presiden.
Namun, jangankan yang ini, kepastian koalisi dan bakal calon presiden pun sejatinya belum benar-benar final.
Baca juga: Menunggu Kejutan PDI-P: Antara 2 PR Ganjar dan Cawe-cawe Jokowi
Bak janur kuning yang belum melengkung, sepanjang KPU belum menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, semua kemungkinan masih mungkin terjadi, apalagi "sekadar" komposisi koalisi.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Baca juga artikel khas Kompas.com dalam aneka tema termasuk berbekal kekayaan arsip harian Kompas sejak 1965 di kolom Indonesian Insight Kompas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.