JAKARTA, KOMPAS.com - Penggerudukan belasan prajurit Kodam I/Bukit Barisan ke Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara, diduga sebagai upaya unjuk kekuatan.
Hal ini sebagaimana temuan sementara dari hasil pemeriksaan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI terhadap penasihat hukum Kodam I/Bukit Barisan, Mayor Dedi Hasibuan.
Dalam peristiwa ini, Mayor Dedi membawa belasan prajurit untuk mendatangi Markas Polrestabes Medan guna memberikan bantuan hukum terhadap Ahmad Rosyid Hasibuan, tersangka mafia tanah yang tak lain adalah keponakan Mayor Dedi.
Aksi Mayor Dedi pun menuai kritik. Mayor Dedi dinilai telah mempertunjukan arogansi dan penyalahgunaan wewenang.
Komandan Puspom TNI Marsekal Muda R Agung Handoko menyebut penggerudukan belasan prajurit ke Markas Polrestabes Medan merupakan upaya show of force atau unjuk kekuatan terhadap penyidik.
Indikasinya ialah mereka mendatangi Mapolrestabes Medan menggunakan pakaian dinas tepat ketika hari libur.
"Dengan berpakaian dinas loreng pada hari libur dapat diduga atau dikonotasikan merupakan upaya show of force kepada penyidik Polrestabes Medan untuk berupaya memengaruhi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Agung dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: Soal Kasus Penggerudukan Mapolrestabes Medan, Puspomad Mulai Periksa Mayor Dedi
Adapun penggerudukan bermula ketika Ahmad Rosyid ditahan Mapolrestabes Medan atas kasus pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.
Setelah mengetahui keponakannya ditahan, kata Agung, Mayor Dedi kemudian melaporkan kepada Kepala Hukum Kodam I/Bukit Barisan, Kolonel Muhammad Irham agar dapat difasilitasi dengan memberikan bantuan hukum kepada keponakannya.
Selanjutnya, Mayor Dedi mengajukan surat tertulis kepada Kolonel Irham pada 31 Juli 2023 dan surat bantuan hukum akhirnya terbit pada 1 Agustus 2023.
"Jadi sehari setelah permohonan tersebut. Kami nilai ini waktunya terlalu cepat dan kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas," tutur Agung.
Baca juga: Puspom TNI Limpahkan Penanganan Kasus Mayor Dedi ke Puspomad
Berikutnya, Mayor Dedi mengajukan penangguhan penahanan terhadap Ahmad Rosyid. Namun, Polrestabes Medan keberatan.
"Karena saudara Ahmad Rosyid Hasibuan masih ada tiga laporan polisi yang berkaitan dengan yang bersangkutan," kata Agung.
Dalam perjalanannya, Mayor Dedi diketahui sempat bertanya kepada pihak Polrestabes Medan terkait pengajuan bantuan hukum.
Namun, pihak Polrestabes Medan hanya menjawab melalui pesan Whatsapp.
Karena tidak ada jawaban tertulis, pada 5 Agustus 2023, Mayor Dedi bersama rekan-rekannya mendatangi Mapolrestabes Medan dan bertemu dengan Kasat Reskrim dan Kasat Intel.
"Di situ sempat terjadi perdebatan keras antara keduanya," ucap Agung.
Saat ini, Puspom TNI telah melimpahkan kasus penggerudukan ini ke Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Puspomad).
Sementara, 13 prajurit lain yang ikut menggeruduk Mapolrestabes Medan masih didalami perannya.
Baca juga: Puspom TNI Ungkap Kronologi Penggerudukan ke Mapolrestabes Medan
Saat ini mereka masih diperiksa Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan.
"Terkait dengan 13 rekannya, sesuai pengakuan DFH ada 13 (prajurit), tapi soal nanti mengembang lebih banyak lagi, mungkin pengembangan di Puspomad," ujar Agung.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai peristiwa penggerudukan tersebut bukan sekadar unjuk kekuatan.
Fahmi menyebut tindakan Mayor Dedi dan sejumlah prajurit adalah bentuk arogansi dan penyalahgunaan wewenang.
"Itu juga merupakan bentuk arogansi dan penyalahgunaan wewenang," kata Fahmi kepada Kompas.com, Jumat (11/8/2023).
Menurutnya, TNI sudah sepatutnya tak sekadar mendalami dugaan pelanggaran disiplin dan pidana Mayor Dedi yang unjuk kekuatan di Mapolrestabes Medan.
Fahmi mengatakan, TNI harus menelusuri dugaan praktik pelindungan terhadap tersangka pelaku tindak pidana umum berkedok pemberian bantuan hukum.
"Sekaligus apakah upaya yang dilakukan dengan cara merintangi proses hukum yang sedang berjalan dengan memaksakan penangguhan penahanan, itu dilakukan sendiri atau ada keterlibatan atasan dalam hal itu," terang Fahmi.
Fahmi menangkap keanehan atas singkatnya waktu permohonan bantuan hukum yang diajukan Mayor Dedi dan pengabulan penangguhan tersangka mafia tanah oleh Polrestabes Medan.
Fahmi mempertanyakan kajian apa yang membuat tersangka mafia tanah akhirnya mendapatkan bantuan hukum dari Mayor Dedi.
Apalagi, waktu permohonan dan pengabulan oleh Polrestabes Medan terbilang singkat.
"Mengapa juga upaya penangguhan penahanan itu tampak tergesa-gesa sehingga memicu aksi show of force oleh Mayor Dedi dan kawan-kawan," tegas Fahmi.
Selain itu, Fahmi menilai bahwa subyektivitas penyidik kepolisian sering kali problematik, terutama dalam hal pemenuhan hak tersangka.
Namun, kata dia, apa yang dilakukan oleh Mayor Dedi dalam peristiwa penggerudukan Mapolrestabes Medan telah menjadi preseden buruk.
Tak hanya itu, aksi penggerudukan tersebut juga menghadirkan dugaan tak sedap di tengah masyarakat bahwa praktik pelindungan yang tidak patut kerap dilakukan dengan kedok bantuan hukum.
"Karena itu kuat pula dugaan bahwa atasan dan instansi Mayor Dedi juga berkontribusi atas apa yang terjadi dan seharusnya ikut bertanggungjawab," imbuh dia.
(Penulis: Nirmala Maulana Achmad | Editor: Novianti Setuningsih, Diamanty Meiliana, Icha Rastika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.