Dengan komposisi populasi yang semakin didominasi kaum muda, Indonesia butuh kepemimpinan politik yang lebih mendengar dan mengakomodasi suara kaum muda. Faktanya, wajah politik Indonesia justru menua.
Baca juga: Wajah Politik Indonesia Menua, ke Mana Anak Muda?
Dalam Indeks Demokrasi yang disusun Economist Intelligence Unit pada 2022, Indonesia berada di peringkat ke 101 dari 147 negara dalam hal regenerasi politik.
Rata-rata usia anggota parlemen di Indonesia dari hasil kajian tersebut ialah 51,6 tahun. Hanya 26,3 persen anggota DPR Indonesia yang berusia 45 tahun ke bawah.
Apa yang terjadi? Ada benturan cara pandang dan aspirasi. Ketika menyusun RKUHP, politisi tua yang konservatif masih ngotot untuk memasukkan pasal penghinaan kepala negara dan pasal-pasal yang mengintervensi ruang privat (pasal perzinahan dan kohabitasi).
Sementara itu, menurut sejumlah riset, gen milenial dan Z tidak suka negara mencampuri urusan privat warga negara dan tidak begitu mementingkan penghormatan terhadap otoritas.
Aksi protes berskala besar pada 2019 dan 2020, yang melibatkan sebagian besar gen milenial dan Z, menunjukkan bahwa banyak aspirasi politik mereka tak terwadahi.
Ketika banyak survei menyebut anak muda sangat menaruh perhatian pada isu perubahan iklim dan lingkungan, hampir tak satu pun parpol yang punya perhatian serius dengan isu lingkungan dan perubahan iklim.
Setiap generasi lahir dalam suasana zaman yang berbeda. Tantangan yang dihadapi pun berbeda. Cara mereka melihat dunia sangat tergantung dengan konteks zamannya. Nilai-nilai yang dianut setiap generasi juga terkadang dibentuk oleh konteks zamannya.
Seharusnya pengaturan batas usia bisa merespons perubahan komposisi generasi dan perubahan nilai-nilai yang dianut oleh setiap generasi, termasuk isu-isu yang mereka suarakan.
Politisi muda kerap berhadap-hadapan dengan pertanyaan soal kompetensi dan pengalaman. Namun, kompetensi tak berkaitan dengan usia, melainkan kualitas individu: punya ide dan gagasan, punya empati, punya visi besar, keahlian berkomunikasi, ulung bernegosiasi, dan lain-lain.
Selain itu, ada bertumpuk-tumpuk fakta sejarah yang menunjukkan kompetensi kaum muda menjadi pemimpin politik.
Indonesia pernah punya sejarah. Pada 1945, rata-rata pemimpin Indonesia berusia muda: Presiden Sukarno (44 tahun) dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (43 tahun). Bahkan Sjahrir, ketika ditunjuk sebagai Perdana Menteri, baru berusia 36 tahun.
Duet Sukarno dan Hatta sukses memimpin Indonesia melewati krisis politik sangat serius: ancaman rekolonialisasi Belanda. Bahkan berhasil membawa Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan pada 1949.
Sjahrir juga politik dan diplomat paling sukses dalam sejarah Indonesia.
Sekarang pun, sejumlah politisi muda juga menunjukkan kapasitas ketika menjadi kepala daerah: Ridwan Kamil (41 tahun, Wali Kota Bandung), Emil Dardak (31 tahun, Bupati Trenggalek), Abdullah Azwar Anas (37, Bupati Banyuwangi), Sutan Riska (27 tahun, Bupati Dharmasraya), dan lainnya.