Jika kapal-kapal Belanda itu diberi izin sandar, para buruh pelabuhan itu ogah membantu bongkar muat.
Saat itu tercatat terdapat 1.400 anggota serikat buruh pelabuhan di Brisbane yang ikut melakukan aksi mogok.
Mereka juga menyampaikan sikap politik kepada perwakilan Pemerintah Belanda di Australia yakni "hands off Indonesia", supaya tidak mengganggu jalannya pemerintahan yang baru saja dibentuk oleh rakyat Indonesia.
Baca juga: Jika Tidak Dijajah Jepang, Akankah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945?
Mogok massal itu juga membuat sekitar 25 organisasi serikat pekerja di Australia melakukan aksi solidaritas. Serikat Pekerja Transportasi, Serikat Pekerja Pelaut, dan Serikat Pekerja Kelistrikan, juga menyatakan dukungan.
Dukungan mengalir dari beberapa serikat pekerja dari latar belakang negara lain, seperti Serikat Pekerja Kelautan Melayu, Serikat Pekerja Pelaut India, dan Serikat Pekerja Pelaut Tionghoa.
Aksi mogok yang dijuluki "Black Armada" itu membuat 400 kapal Belanda tidak bisa berangkat ke Indonesia.
Peristiwa itu pun membuat pemerintah Australia yang dipimpin Perdana Menteri Ben Chifley dari Partai Buruh bersikap mendukung supaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Mau Lihat Upacara 17 Agustus di Istana? Daftar ke Sini!
Hal itu juga yang menjadi tonggak hubungan diplomasi antara Australia dan Indonesia yang bertahan sampai saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.