Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Belanda Dibuat Repot Aksi Mogok Pelaut Indonesia-Australia

Kompas.com - 08/08/2023, 14:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia usai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dilakukan di Australia.

Pada saat itu sejumlah aktivis politik yang ditahan pemerintah Hindia-Belanda turut dipindahkan ke Negeri Kanguru setelah Jepang menyerbu pada 1942.

Perjuangan para aktivis politik Indonesia di Australia saat itu ikut memicu aksi mogok besar-besaran buruh pelabuhan.

Dalam buku Spanning a Revolution: the Story of Mohamad Bondan and the nationalist movement disebutkan, pada 21 September 1945 sejumlah kapal dagang dan militer Belanda mencoba bersandar di Pelabuhan Brisbane.

Pada saat itu kelompok aktivis politik seperti Mohamad Bondan dan Djamaluddin Tamin sudah mengetahui dan menyebarkan kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia di Australia.

Baca juga: Negara yang Terlibat dalam Penyelesaian Agresi Militer Belanda II

Akan tetapi, pemerintah Hindia-Belanda yang dalam pengasingan mencoba mematahkan perjuangan itu. Mereka juga memerintahkan para pelaut Indonesia buat membantu melakukan bongkar muat kapal Belanda, KM Boenteko, yang membawa logistik buat tentara Belanda ke Indonesia.

Para pelaut Indonesia yang sudah membentuk organisasi Serikat Pelaut Indonesia (Sarpelindo) menolak melakukan bongkar muat dan melakukan aksi mogok di Pelabuhan Brisbane.

Karena aksi itu mereka hendak ditangkap oleh aparat Belanda. Akan tetapi, para anggota serikat buruh pelabuhan dan pelaut Australia kemudian membela para pelaut Indonesia.

Ketika itu kelompok buruh serta Partai Komunis Australia mendukung aksi mogok para pelaut Indonesia.

Para pelaut Indonesia melanjutkan aksinya dengan melakukan pawai dengan mengibarkan bendera Merah Putih di jalan utama Kota Brisbane.

Baca juga: Proses Panjang Belanda Kembalikan Benda Seni dan Artefak ke Indonesia

Aksi itu kemudian direkam dalam film dokumenter yang kemudian diberi judul "Indonesia Calling."

Buat mendukung aksi mogok dan unjuk rasa itu, Mohamad Bondan yang saat itu menjadi sekretaris Central Komite Indonesia Merdeka (CENKIM) menerbitkan majalah "Freedom" bagi masyarakat Australia. Isinya adalah paparan tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Mereka juga menyebarkan sejumlah pamflet berisi ajakan buat mendukung kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Balai Yasa Yogyakarta, Kisah Rebutan antara Penjajah Indonesia


Aksi mogok yang dicetuskan oleh Sarpelindo kemudian menjalar ke Sydney, Melbourne, Fremantle, sampai Selandia Baru.

Para serikat buruh pelabuhan Australia bahkan turut melakukan blokade terhadap kapal-kapal Belanda yang hendak sandar.

Jika kapal-kapal Belanda itu diberi izin sandar, para buruh pelabuhan itu ogah membantu bongkar muat.

Saat itu tercatat terdapat 1.400 anggota serikat buruh pelabuhan di Brisbane yang ikut melakukan aksi mogok.

Mereka juga menyampaikan sikap politik kepada perwakilan Pemerintah Belanda di Australia yakni "hands off Indonesia", supaya tidak mengganggu jalannya pemerintahan yang baru saja dibentuk oleh rakyat Indonesia.

Baca juga: Jika Tidak Dijajah Jepang, Akankah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945?

Mogok massal itu juga membuat sekitar 25 organisasi serikat pekerja di Australia melakukan aksi solidaritas. Serikat Pekerja Transportasi, Serikat Pekerja Pelaut, dan Serikat Pekerja Kelistrikan, juga menyatakan dukungan.

Dukungan mengalir dari beberapa serikat pekerja dari latar belakang negara lain, seperti Serikat Pekerja Kelautan Melayu, Serikat Pekerja Pelaut India, dan Serikat Pekerja Pelaut Tionghoa.

Aksi mogok yang dijuluki "Black Armada" itu membuat 400 kapal Belanda tidak bisa berangkat ke Indonesia.

Peristiwa itu pun membuat pemerintah Australia yang dipimpin Perdana Menteri Ben Chifley dari Partai Buruh bersikap mendukung supaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Mau Lihat Upacara 17 Agustus di Istana? Daftar ke Sini!

Hal itu juga yang menjadi tonggak hubungan diplomasi antara Australia dan Indonesia yang bertahan sampai saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Nasional
Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Nasional
Ada 'Backlog' Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Ada "Backlog" Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Nasional
Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Nasional
Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Nasional
Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Nasional
KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com