Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kabasarnas Henri Alfiandi, "Top Gun" TNI AU yang Pernah Tantang Jet Hornet Australia di Kupang

Kompas.com - 27/07/2023, 13:26 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap.

Henri diduga menerima suap lewat kode "Dako" atau dana komando sebesar Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas tahun 2021-2023.

Penatapan status hukum Henri berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).

Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka. Salah satunya adalah Henri yang merupakan perwira tinggi bintang tiga TNI Angkatan Udara itu.

Baca juga: Puspen TNI Sebut Penahanan Kabasarnas Hendri Alfiandi Tunggu Proses Letkol Afri Selesai

Adapun penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan dan gelar perkara bersama Pusat Polisi Militer (POM) TNI.

Selain Henri, KPK juga menetapkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.

KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka. Mereka adalah MG Komisaris Utama PT MGCS, MR Direktur Utama PT IGK, dan RA Direktur Utama PT KAU.

Terlepas dari jerat hukum yang tengah dihadapi, Henri ternyata pernah menantang jet tempur F/A-18 Hornet milik Australia yang melanggar wilayah udara nasional Indonesia.

Baca juga: Kasus Basarnas: Persekongkolan Lelang dan Gurita Korupsi di Indonesia

Tegang di langit Kupang

Kapten Pnb Henri Alfiandi ketika sebelum berangkat tugas ke Kupang, NTT, September 1999.Dokumen Marsdya Henri Alfiandi via Mylesat.com Kapten Pnb Henri Alfiandi ketika sebelum berangkat tugas ke Kupang, NTT, September 1999.
Pada 1999, Henri yang masih berpangkat kapten sukses masuk dalam daftar Top Gun lewat Fighter Weapon Instructure Course (FWIC).

Tak lama setelah FWIC selesai, Henri mendapat tugas untuk berangkat ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), 12 September 1999.

Henri datang untuk menggantikan kelompok penerbang terdahulu yang melaksanakan standby operasi setelah Dili dilanda konflik pasca-jajak pendapat.

Saat itu diberlakukan pergantian penerbang setiap dua minggu sekali.

"Saat ke Kupang dengan Hercules, saya satu pesawat dengan Pak Marie Muhammad sebagai Ketua PMI," kenan Henri, dikutip dari Mylesat.com, Kamis (27/7/2023).

Baca juga: KPK Klaim Puspom TNI Akui Kabasarnas Terima Suap

Di hari keempat, tepatnya pada Kamis 16 September 1999, satu flight pesawat BAe Hawk 109/209 disiapkan di flight line Lanud El Tari, Kupang.

Misi rutin patroli (Combat Air Patrol) sesuai arahan Panglima Koopsau II yang memerintahkan tembak jatuh pesawat apa pun yang melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin karena situasi 'panas' kala itu.

Bertindak sebagai flight leader hari itu Kapten Pnb Azhar "Gundala" Aditama dengan wingman Kapten Pnb Henri "Tucano" Alfiandi bersama Lettu Pnb Anton "Tomcat" Mengko.

Kapten Azhar menerbangkan Hawk 209 TT-1207 kursi tunggal. Sedangkan Kapten Henri dan Lettu Anton menggunakan Hawk 109 TL-0501 kursi tandem.

Kala itu, TNI AU hanya menempatkan tiga Hawk 109/209 di Kupang. Kedua pesawat lepas landas sekitar pukul 09.00 waktu setempat.

Patroli dilaksanakan ke arah tenggara (225 derajat) menuju batas Flight Information Region (FIR) Darwin, Australia.

Koordinasi dilakukan dengan Satuan Radar (Satrad) 251 Kupang yang mengoperasikan Radar Ground Control Interception (GCI) dipimpin Mayor Lek Haposan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com