JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono menegaskan, pelaku perundungan (bullying) di rumah sakit pendidikan tidak hanya akan diberi sanksi administratif, tapi juga dikeluarkan.
Sanksi itu bisa diterapkan bila pelaku bullying melakukan pelanggaran yang tergolong berat. Bahkan, ia menambahkan, pelaku bisa dikeluarkan sebagai peserta didik.
"Iya bakal lebih dari administratif. Kalau keterlaluan bisa kita keluarkan juga (dari rumah sakit pendidikan)," ujar Dante di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: IDI Minta Pemerintah Perjelas Bentuk Bullying di Ranah Kedokteran
Mengenai penerapan sanksi tersebut, Kemenkes juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) untuk penerapannya.
Namun, menurut Dante akan ada pembahasan mendalam terlebih dulu dengan Kemendikbud-Ristek.
"Nanti kita akan bahas lebih dalam dengan (Mendikbud-Ristek) Pak Nadiem, tadi saya sudah bicara dengan Pak Nadiem, dan tadi kita sudah sepakat untuk bicara bersama," jelasnya.
Sebelumnya, Kemenkes mengatur beberapa jenis tindakan yang termasuk kategori perundungan (bullying) di rumah sakit pendidikan vertikal Kemenkes.
Baca juga: IDI Pastikan Tak Akan Lindungi Pelaku Bullying di Lingkungan Kedokteran
Adapun bentuk-bentuk perundungan tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kemenkes.
Jenis-jenis perundungan ini bisa mendapat sanksi ringan, sedang, hingga berat dari Kemenkes kepada pelaku perundungan, yang meliputi pimpinan, tenaga pendidik, pegawai, dan peserta didik di lingkungan rumah sakit di bawah Kemenkes.
Dikutip dari salinan Instruksi Menteri Kesehatan pada Kamis (20/7/2023), ada empat macam perundungan, meliputi perundungan fisik, perundungan verbal, perundungan siber, dan perundungan nonfisik atau nonverbal lainnya.
Baca juga: IDI Sebut Bullying di Kalangan Dokter Bukan Tradisi
Bentuk perundungan fisik, yaitu tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, termasuk memeras dan merusak barang milik orang lain serta pelecehan seksual.
Sementara perundungan verbal, meliputi tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama lain (name-calling), sarkasme, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
Adapun perundungan siber (cyber bullying) meliputi tindakan menyakiti atau melukai hati orang lain menggunakan media elektronik, seperti menyampaikan berita atau video yang tidak benar dengan tujuan memprovokasi atau mencemarkan nama baik orang lain. Sedangkan perundungan nonfisik dan nonverbal lainnya, berupa tindakan mengucilkan, mengabaikan, mengirimkan surat kaleng (blackmailing), memberi tugas jaga di luar batas wajar, meminta perbiayaan kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler, atau pengeluaran lainnya di luar biaya pendidikan yang ditetapkan.
Baca juga: Juniors Doctors Bakal Sediakan Hotline Pengaduan Bullying ke Dokter Residen
Atas tindakan-tindakan bullying tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, akan menghukum pelaku.
Sanksi disesuaikan dengan jenis tindakan bullying yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memutus mata rantai bullying di lingkungan kedokteran yang telah mengakar kuat selama puluhan tahun.
"Praktik perundungan ini baik untuk dokter umum, internship maupun pendidikan dokter spesialis, itu sudah terjadi puluhan tahun. Dan ini menyebabkan kerugian bukan hanya mental, tapi fisik dan finansial sebagai peserta didik," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Hukuman ringan yang ditetapkan Kemenkes untuk pelaku perundungan berupa teguran tertulis kepada pelaku perundungan, baik kepada pengajar, senior, atau direktur rumah sakit. Jika berulang dan termasuk dalam tindakan kasar, maka dikategorikan sebagai sanksi sedang.
Baca juga: Bisa Disanksi, Ini Bentuk-bentuk Bullying di Lingkungan Kedokteran yang Terlarang
"Yang akan kita lakukan adalah skors langsung 3 bulan (untuk sanksi sedang). Dirutnya sama, kita skors juga karena ini (rumah sakit) di bawah saya (sebagai Menkes)," ucap Budi.
Sedangkan hukuman berat bervariasi tergantung dari siapa perundungnya. Jika perundungnya adalah tenaga pendidik atau pegawai lainnya, maka pihaknya akan menurunkan pangkatnya satu tingkat selama 12 bulan.
Selain itu, sanksi bisa pula pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar "Kita bebaskan dari jabatan dan statusnya sebagai pengajar.
Tapi kalau bukan sebagai pegawai Kemenkes, ya sudah kita minta enggak usah ngajar di RS kami, ngajar di RS lain saja. Karena kita ingin menciptakan lingkungan yang bebas bullying," tutur Budi.
Baca juga: Menkes Ungkap Bullying terhadap Dokter Residen Sudah Terjadi Selama Puluhan Tahun
Adapun jika perundungnya merupakan senior di rumah sakit yang juga menjalankan pendidikan calon dokter spesialis, Kemenkes akan meminta senior itu tidak lagi belajar di rumah sakit vertikal Kemenkes.
Dalam Instruksi, dijelaskan bahwa sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
"Kita bisa bilang, 'Kalau Anda begini terus, ya Anda pergi saja. Anda belajarnya di RSUD saja yang bukan rumah sakitnya Kemenkes. Tidak boleh yang bersangkutan mengikuti program belajar mengajar di RS pendidikan milik Kemenkes," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.