Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Saya Tetap Ketua Umum”, Saat Megawati Melawan Dualisme Kepemimpinan PDI…

Kompas.com - 26/07/2023, 15:35 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Megawati Sorkarnoputri gerah. Ia menegaskan dirinya masih Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang sah.

Ini disampaikan Mega merespons Kongres PDI di Medan, 21 Juni 1996, yang menetapkan Soerjadi sebagai ketua umum partai berlambang banteng itu untuk periode 1996-1998.

Atas manuver tersebut, Megawati melawan. Dia mengaku akan terus memperjuangkan demokrasi di bawah PDI yang sejak tahun 1993 berada di bawah kepemimpinannya.

Pernyataan sikap Megawati itu dibacakan oleh Ketua DPP PDI/Kepala Litbang PDI Kwik Kian Gie, didampingi Bendahara DPP PDI, Laksamana Sukardi, di Kantor DPP PDI di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 1996, dan dihadiri puluhan wartawan dalam dan luar negeri.

Baca juga: Deretan Kader PDI-P yang Pernah Dipanggil DPP akibat Manuvernya

“Kepada segenap jajaran PDI, para kader, simpatisan dan anggota, kami menyerukan tetap berfungsi seperti biasa dengan DPP yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri,” kata Megawati sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 22 Juni 196.

“Saya sebagai Ketua Umum akan terus memperjuangkan demokrasi dan upaya menegakkan kedaulatan rakyat," lanjut Mega berapi-api.

Megawati dengan lantang menyatakan, Kongres PDI di Medan merupakan pelanggaran hukum dan inkonstitusional.

Putri Proklamator Soekarno itu pun menegaskan, dia adalah Ketua Umum PDI yang sah untuk masa jabatan 1993-1998.

"Kami menganggap hal tersebut tidak sah dan merupakan tindakan pemaksaan kehendak. Telah terjadi diskriminasi dalam persoalan Kongres PDI tersebut. Telah diterapkan censorship yang ketat dan diskriminatif terhadap aspirasi-aspirasi demokrasi yang tetap mendukung saya sebagai Ketua Umum DPP PDI," tegas Megawati.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam

Aspirasi rakyat yang tertutup akibat tidak berfungsinya partai politik yang merupakan partai rakyat, lanjut Megawati, akan mengakibatkan terjadinya gejolak yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan.

"Penyelenggaraan kongres di Medan merupakan tindakan ke arah tersebut yang mengakibatkan benturan kekerasan," tuturnya.

Tiga tahun sebelumnya

Ketegangan ini bermula dari dinamika PDI medio 1993. Sedianya, lewat Kongres IV PDI yang digelar 23 Juli 1993 di Medan, Sumatera Utara, Soerjadi kembali terpilih Ketua DPP PDI periode 1993-1998.

Namun, jalan Soerjadi untuk kembali duduk di tahta tertinggi partai tersendat lantaran dia diterpa isu penculikan kader.

Atas dugaan itulah, PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya yang akhirnya menetapkan Megawati sebagai Ketua Umum PDI periode 1993-1998.

Megawati sendiri baru bergabung dengan PDI pada 1987. Saat itu, partai tersebut dipimpin oleh Soerjadi.

Baca juga: Perebutan Kepemimpinan Parpol Pasca-kudatuli, dari PKB hingga Demokrat

Rupanya, kehadiran Mega berhasil mendongkrak elektabilitas PDI. Sebelumnya, PDI selalu menjadi partai buntut di pemilu dengan perolehan suara tak lebih besar dari Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Popularitas Megawati pun terus memelesat, tak cuma di kalangan masyarakat, tetapi juga di internal partai. Sampai-sampai dia dipercaya menggantikan Soerjadi di tampuk tertinggi kepemimpinan PDI.

Mega pun dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI melalui Rapat Paripurna I Musyawarah Nasional PDI yang digelar 22 Desember 1993 di Jakarta.

Dualisme kepemimpinan

Namun, pascapenetapan Megawati sebagai Ketua Umum PDI, kubu Soerjadi tak terima. Upaya perebutan kekuasaan terus dilakukan.

Tiga tahun setelah KLB tepatnya 20-22 Juni 1996, sebagian kader menggelar kongres di Medan yang pada akhirnya menetapkan Soerjadi kembali sebagai ketua umum PDI.

Soerjadi dan kubunya pun bergerak cepat. Tak sampai dua pekan setelah Kongres Medan, mereka menghadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu, Moh Yogie S Memet, di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Soerjadi dan jajarannya melaporkan hasil Kongres Medan. Mendagri, sebagai perwakilan pemerintah yang sejak awal terkesan condong ke kubu Soerjadi, pun menyatakan keabsahan DPP PDI hasil Kongres Medan.

Mendagri saat itu mengatakan dirinya telah melapor ihwal Kongres PDI Medan ke Presiden Soeharto. Pemerintah pun menyatakan, hanya ada satu DPP PDI, yakni kepengurusan hasil Kongres Medan yang dipimpin Soerjadi.

Dalam pernyataannya, Mendagri juga menyebut, pemerintah hanya mengakui DPP PDI pimpinan Soerjadi untuk tahapan-tahapan Pemilu 1997 selanjutnya.

"Kongres memiliki kekuasaan tertinggi, maka berlaku bagi seluruh warga PDI untuk menegakkan, menghormati, mengikuti, dan melaksanakan apa yang tersirat dan tersurat dalam keputusan kongres tersebut. Pemerintah tidak ikut apa-apa ya,” kata Mendagri Yogie saat itu.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 dan Kebungkaman Megawati

Namun demikian, Megawati dan kubunya tak tinggal diam. Kubu Megawati mengajukan gugatan ke pengadilan negeri untuk meminta kepastian hukum mengenai kepengurusan PDI yang sah.

Bersamaan dengan itu, PDI pimpinan Megawati juga terus mempersiapkan diri menyambut Pemilu 1997.

Untuk menunjukkan eksistensinya, PDI kubu Megawati juga memfasilitasi mimbar bebas dan aksi demonstrasi di halaman DPP PDI.

Kerusuhan 27 Juli

Atas dinamika ini, tensi politik terus meninggi. Dukungan untuk Megawati mengalir, utamanya dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Orde Baru pimpinan Soeharto.

Jelang akhir Juli 2022, isu perebutan DPP PDI menguat. PDI kubu Mega pun menjaga kantor DPP PDI siang dan malam.

Kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta.KOMPAS/JULIAN SIHOMBING Kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta.
Akhirnya, tiba pada tragedi kelam 27 Juli 1996. Terjadi bentrok antara massa pendukung Megawati dan Soerjadi di kantor DPP PDI yang lantas meluas di kawasan Menteng dan sekitarnya.

Dalam kerusuhan itu, massa saling lempar batu. Terjadi pula aksi pembakaran sejumlah gedung dan kendaraan yang meluas di kawasan sekitar Menteng.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, akibat peristiwa berdarah tersebut, sedikitnya 5 orang tewas, 149 luka, dan 23 orang dilaporkan hilang.

Sementara, pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat itu mencatat, kerugian materiil akibat huru-hara tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Baca juga: Gelar Tabur Bunga Kenang Kudatuli, PDI-P Minta Peristiwa Tersebut Diusut Tuntas

Peristiwa kelam tersebut lantas dikenal sebagai Kudatuli atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1993.

Dua tahun setelah peristiwa berdarah itu tepatnya pasca-Soeharto lengser, Megawati dikukuhkan sebagai ketua umum PDI periode 1998-2003 melalui Kongres ke-V di Denpasar, Bali.

Megawati pun lantas mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 14 Februari 1999 dan masih eksis sebagai ketua umum hingga saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com