JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, pemerintah tidak bisa menghambat kreasi sambil tetap melindungi masyarakat yang berkecimpung dalam bisnis jual beli menanfaatkan platform media sosial atau fitur pesan instan (social commerce atau s-commerce).
"Kita mau jaga jangan sampai kreativitas masyarakat terhambat, tapi masyarakat kita juga harus dilindungi, jangan sampai s-commerce jadi ajang penipuan," kata Budi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Budi mengatakan, s-commerce adalah fenomena baru di mana media sosial juga digunakan sebagai sarana transaksi jual beli.
Menurut dia, pemerintah akan tetap mengacu kepada perlindungan konsumen guna mencegah aksi penipuan melalui kedok s-commerce.
Baca juga: Menkominfo Targetkan Proyek Menara BTS 4G Selesai Tahun Ini
"Kita lagi kaji fenomena baru ini. Tapi prinsipnya perlindungan terhadap konsumen dan juga menumbuhkan kreativitas masyarakat enggak boleh mati," ucap Budi.
Dengan social commerce, pengguna medsos tidak cuma merasakan pengalaman bersosialisasi di dunia maya, tapi sekaligus mencari produk yang diinginkan, mencari toko terbaik, memilih dan membeli produk, hingga melakukan transaksi langsung lewat aplikasi media sosial.
Tentu pengalamannya akan berbeda dengan membuka aplikasi e-commerce yang memang hanya difokuskan pada layanan jual-beli. Sehinggga interaksi pun hanya terjadi antara penjual-pembeli.
Di media sosial, pengalaman belanja akan lebih interaktif. Pengguna bisa membagikan produk yang diinginkan atau yang baru dibeli ke teman mutualnya langsung lewat media sosial yang sama.
Mereka juga bisa mendiskusikan produk yang dipilih sebelum akhirnya membeli atau menawarkan produk yang dibelinya.
Baca juga: Cerita Menkominfo Dapat Ajakan Main Judi Bola Online
Social commerce berbeda dengan social selling. Social selling lebih diartikan sebagai cara untuk memprospek calon konsumen potensial, membangun kepercayaan dengan cara yang lebih humanis, hingga memasarkan produk atau jasa kepada mereka lewat media sosial.
Sementara social commerce memiliki fitur lebih lengkap, mulai dari memasang etalase atau katalog, mempromosikan, memberikan informasi produk lebih singkat, hingga transaksi jual beli.
Di Indonesia kasusnya sedikit berbeda. Layanan belanja di Instagram, Facebook, maupun WhatsApp Business masih membutuhkan platform ketiga untuk melakukan transaksi pembayaran.
Misalnya untuk Instagram Shop, pengguna harus melakukan transaksi pembayaran di situs resmi toko yang sudah terintegrasi melalui Facebook Commerce Manager yang merupakan backend katalog produk di Facebook dan Instagram.
Baca juga: Menkominfo: Jombingo Sudah Ditutup, Sedang Diinvestigasi oleh Bareskrim
Hal ini dikarenakan fitur pembayaran Facebook Pay belum beroperasi di Indonesia. Mungkin, jika sudah mendapatkan izin beroperasi, Instagram Shop dan Facebook Shop akan lebih sempurna menjadi social commerce.
(Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi | Editor : Reska K. Nistanto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.