Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderita TBC Capai 969.000, Pemerintah Kaji 3 Opsi Vaksin

Kompas.com - 18/07/2023, 22:38 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah sedang mengkaji tiga vaksin untuk vaksinasi tuberkulosis (TBC) bagi masyarakat.

Sebab, pemerintah menilai efektivitas vaksin bacille calmette-guérin (BCG) rendah.

Saat ini, vaksin BCG diberikan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit TBC.

"Saat ini Indonesia telah berpartisipasi aktif dengan organisasi dunia dan telah ada tiga potensi vaksin baru yang akan pemerintah datangkan," ujar Budi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/7/2023).

"Yang paling dekat adalah vaksin yang ditemukan oleh Glaxosmithkline (GSK), kemudian diambil alih oleh Bill and Melinda Gates Foundation, sekarang sedang dalam proses untuk melakukan clinical trial di Indonesia," kata dia.

Baca juga: 444 Orang di Buleleng Positif TBC, Dinkes: Angka yang Ditemukan Tinggi Bukan Berarti Jelek

Proses clinical trial atau penelitian klinis tersebut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selain vaksin tersebut, ada dua vaksin lain yang juga tengah dikaji pemerintah.

Keduanya yakni vaksin mRNA dari BioNTech-Biofarma dan viral vektor CanSino-Etana.

"Ada dua lagi kandidat vaksin mRNA yang kita bekerja sama dengan pihak luar negeri supaya bisa—kalau mRNA kan lebih cepat kayak Pfizer dan Moderna. Jadi ada tiga kandidat vaksin TBC baru yang sedang kita kaji penggunaannya," ujar Budi.

Lebih lanjut dia menuturkan, saat ini pemerintah terus berupaya mempercepat eliminasi penyakit tuberkulosis atau TBC di Tanah Air melalui berbagai langkah.

Baca juga: Tekan Angka Kasus TBC, Phapros Luncurkan Pro TB 2 Daily Dose

Langkah tersebut mulai dari menggencarkan surveilans atau deteksi, pengobatan, hingga pemberian vaksin.

Apalagi, saat ini Indonesia merupakan negara dengan pengidap TBC terbesar kedua di dunia setelah India. Jumlah kasus TBC di Indonesia diperkirakan mencapai 969.000.

"Di Indonesia diestimasi setiap tahun ada 969.000 masyarakat kita yang terkena TBC dan sampai sebelum Covid-19 paling banyak bisa teridentifikasi 545 ribuan. Jadi sisanya 400.000 itu enggak terdeteksi, padahal ini penyakit menular, bisa menular ke mana-mana," papar Budi.

Oleh karena itu, pemerintah sejak akhir 2022 telah melakukan akselerasi pendeteksian TBC.

Dengan ini, pemerintah telah mendeteksi 720.000 pengidap dari sebelumnya hanya tercatat sekitar 540.000.

Menkes berharap, angka tersebut bisa naik menjadi 90 persen dari estimasi 969.000 pengidap TBC.

"Sekarang dengan agresivitas dari program pemerintah, naik, yang ketemu atau yang terdeteksi naik menjadi 720.000. Kita harapkan sampai 2024 nanti 90 persen dari estimasi yang 969.000 bisa ketemu atau bisa terdeteksi," ujar dia.

Baca juga: Sempat Kehilangan Suara karena TBC, Duta Sheila On 7 Bersimpuh dan Menangis di Kaki Istri Saat Bisa Menyanyi Lagi

Budi pun menyampaikan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar pemerintah menyiapkan lokasi karantina khusus berdekatan dengan lokasi di mana tuberkulosis itu terjadi.

Selain agar tidak menular ke keluarga pengidap, karantina diharapkan bisa menjadikan pasien pengidap TBC disiplin meminum obat.

Sebab, pengobatan TBC berlangsung dalam waktu enam bulan dengan minimal dua bulan penuh sampai obatnya bereaksi.

"Arahan Bapak Presiden, selama dua bulan ini coba disiapkan karantina khusus, tapi kalau bisa dekat dengan masing-masing lokasi di mana terjadi tuberkulosis ini. Jadi selama dua bulan dia tidak menularkan keluarganya, dimasukkan ke karantina khusus," tutur Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com