JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden (capres) dari PDI Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, memberikan respons atas kritikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurut Ganjar, kritik boleh diberikan dalam sistem demokrasi.
"Ya enggak apa-apa. Yang ingin ngritik boleh," ujar Ganjar di Mal Kota Kasablanka, Sabtu (15/7/2023).
"Orang demokrasi, kritik itu boleh," tegasnya.
Sebelumnya, AHY menyampaikan pidato politiknya di kantor DPP mereka, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (14/7/2023).
Baca juga: Tak Ingin Grasah-grusuh soal Cawapres Anies, AHY: Ada yang Deklarasi Cepat-cepat, tetapi Bubar Juga
Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menyampaikan sejumlah narasi perubahan dan perbaikan yang diklaim bakal diusung partainya dalam Pemilu 2024.
Selain itu, AHY juga memberikan kritik atas pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, AHY menyinggung pertumbuhan ekonomi yang jauh di bawah janji 7-8 persen, yakni hanya 5 persen di luar pandemi Covid-19.
Pertumbuhan ekonomi, menurut dia, mengalami kemunduran serius selama 9 tahun belakangan. Di sisi lain, utang pemerintah terus meroket dan kinerja BUMN jauh dari harapan.
Per Maret 2023, sebut AHY, utang pemerintah mencapai lebih dari Rp 7.800 triliun. Rata-rata bunga utang sebesar Rp 400 triliun setahun. Kata dia, setara dengan realisasi anggaran pendidikan pada APBN 2020.
Kedua, AHY juga menyinggung tuduhan yang kerap dialamatkan kepada Demokrat dan kolega di Koalisi Perubahan untuk Persatuan, bahwa mereka tak akan melanjutkan program kerja Joko Widodo seandainya menang Pemilu 2024 dan berkuasa.
Ia mengeklaim, program-program yang dirasa membawa dampak positif bagi masyarakat bakal tetap dilanjutkan jika Demokrat kembali memegang kendali pemerintahan di masa depan.
"Meski Partai Demokrat mengusung agenda perubahan tetapi tidak berarti kami meninggalkan apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi selama ini," kata lulusan Akademi Militer (2000) itu.
Ketiga, alumnus Universitas Teknologi Nanyang (2006) tersebut juga menyoroti konflik kepentingan di dalam pemerintahan, bahwa menteri atau pejabat negara menjalankan bisnis sedangkan yang bersangkutan berada dalam lingkaran pembuatan kebijakan dan regulasi yang terkait langsung dengan bisnis itu.
Keadaan semakin runyam jika bisnis itu berkaitan dengan penggunaan anggaran negara, padahal pejabat tersebut terlibat dalam penyusunan APBN.
Baca juga: AHY Klaim Anies Sependapat dengan Demokrat, Ingin Deklarasi Bacawapres dalam Waktu Dekat
"Ini namanya jeruk makan jeruk atau berburu di kebun binatang. Demokrat berpendapat bisnis pejabat model begini harus dicegah dan dihentikan," kata AHY.
Keempat, pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 44 tahun lalu itu pun menyinggung kembali pernyataan Presiden Joko Widodo yang secara eksplisit ingin ikut campur pada Pemilu 2024.
"Kalau cawe-cawe itu melibatkan instrumen kekuasaan negara dan nilai tidak adil, jelas nasib demokrasi kita dalam bahaya," ucap dia.
Ia menambahkan, salah satu problem utama pemerintahan Jokowi adalah kebebasan berpendapat yang semakin tipis.
Muncul ketakutan untuk bersikap kritis karena khawatir akan datangnya tekanan dari pihak-pihak pro pemerintah.
"Lawan politik penguasa diidentikkan sebagai musuh negara. Netralitas dan independensi kekuasaan negara dipertanyakan," jelas AHY.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.