Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Saatnya Ganjar Pranowo Mulai Memanaskan Mesin Politik

Kompas.com - 11/07/2023, 06:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAIMANA telah dibahas pada tulisan saya terdahulu, terdapat perubahan tren perolehan suara di antara tiga bakal calon presiden untuk Pemilu 2024.

Paling signifikan terjadi pada tren elektabilitas Prabowo Subianto, yang terus mengalami perbaikan dibanding dua bulan lalu, terutama sebelum Ganjar Pranowo diumumkan secara resmi sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Perubahan tersebut seiring dengan semakin jelasnya strategi politik Prabowo, baik di level teritorial, elektoral, segmental, dan teknikal.

Penetrasi politik Ketua Umum Partai Gerindra untuk menguasai kantong pemilih Jokowi, yang bisa dilihat dari masifnya sebaran photo kebersamaan Prabowo dan Jokowi di billboard-billboard caleg Partai Gerindra, adalah salah satu strategi yang menonjol.

Prabowo dan tim pemenangannya nampaknya semakin yakin bahwa kunci kemenangan ada di kantong suara pendukung Jokowi yang tidak berasal dari PDIP alias bukan pemilih PDIP.

Sebagaimana diketahui, lebih dari setengah pemilih Jokowi memang bukan berasal dari PDIP. Hal tersebut bisa dilihat dari perbandingan perolehan suara Jokowi di Pilpres 2019 lalu dengan perolehan suara PDIP.

Jokowi memperoleh 55,50 persen (85 jutaan) suara dari total pemilih. Sementara raihan suara PDIP sekitar 19,33 (27 jutaan) persen dari total suara pemilih 2019.

Dari perbandingan angka ini bisa dimaknai bahwa pertarungan sebenarnya ada di ranah elektoral alias ranah memenangkan hati pemilih, bukan pada ranah lobby-lobby dan negosiasi-negosiasi elite.

Apalagi, beberapa partai anggota koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf sudah tidak lagi bersama PDIP, terutama Partai Nasdem dan PKB. Jadi sangat masuk akal jika masih terjadi penyebaran suara pendukung Jokowi kepada kandidat lain selain Ganjar Pranowo.

Sebaran suara tersebut, sebisa mungkin dipungut oleh Prabowo dengan terus berjuang menggunakan berbagai upaya agar diidentifikasi sebagai calon presiden yang didukung oleh Jokowi.

Selain identifikasi personal yang langsung kepada sosok Jokowi, Prabowo juga semakin berani bermain mata dan melakukan penetrasi ke kandang PDIP melalui kader-kader senior PDIP yang dianggap cenderung memiliki ambiguitas politik terhadap Ganjar Pranowo, salah satunya Effendi Simbolon.

Kehadiran Prabowo Subianto dalam acara keluarga besar marga Simbolon belum lama ini adalah contohnya.

Jika sekadar hadir tentu tidak akan terlalu berpengaruh. Tapi, kehadiran tersebut malah menggegerkan ruang publik nasional karena membuahkan pernyataan "off side" dari Effendi Simbolon yang secara literal ternyata memberikan dukungan kepada Prabowo.

Meskipun akhirnya Effendi Simbolon meralat pernyataannya setelah dipanggil ke DPP PDIP, peristiwa tersebut sudah terlanjur menghebohkan publik dan banyak sedikitnya telah memberikan efek positif kepada Prabowo.

Karena efek pujian dan endorsement yang telah terlanjur diberikan tentu tidak semudah itu dibendung, apalagi hanya dengan meralat pernyataan lantaran dianggap berseberangan dengan Dewan Pimpinan Pusat Partai.

Sebagaimana biasanya publik menerima dan mempersepsi pernyataan para elite dan tokoh, kata-kata yang keluar pada pernyataan pertama akan memiliki efek yang lebih meyakinkan dibanding kata-kata yang muncul kemudian dalam sesi ralat.

Apalagi ralat tersebut lahir dari sebuah teguran, yang justru meyakinkan publik bahwa kebenaran sebenarnya ada pada pernyataan pertama.

Kemudian, sebagai lanjutan dari strategi personal Prabowo, penetrasi terjadi di kantong Relawan Jokowi, seperti Projo dan Bara JP, yang berakibat ketidakpastian dukungan politik Relawan Jokowi kepada Ganjar Pranowo.

Sikap dan pernyataan Projo yang cenderung tidak simpatik kepada figur Ganjar secara "taken for granted" acap dimaknai oleh publik sebagai sikap politik resmi Jokowi.

Hal itu sangat bisa dipahami mengingat relawan sekelas Projo memang selama ini identik dengan infrastruktur politik non partai Jokowi yang keberadaannya langsung beberapa langkah di belakang Jokowi.

Publik sangat meyakini kenyataan tersebut karena jabatan wakil menteri yang didapat oleh Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi, satu-satunya ketua umum barisan relawan yang mendapat jabatan prestisius di pemerintahan.

Selanjutnya, keberhasilan Prabowo dalam membangun narasi "keterjepitan Indonesia secara geopolitik di tataran regional dan global", ikut berimbas pada penguatan aspirasi politik generasi muda atas kehadiran kepemimpinan yang tegas dan cakap dalam urusan internasional (cq Probowo).

Stategi ini seiring dengan keberhasilan Prabowo dalam membangun narasi bahwa Prabowo adalah penerus Jokowi dan pendukung semua kebijakan Jokowi masa mendatang, dengan terus memuji Jokowi dalam setiap kesempatan publik yang dimiliki Prabowo.

Selain strategi yang diterapkan Prabowo dan barisan pendukungnya, Prabowo mendapat limpahan suara dari barisan labil atau calon-calon pemilih Anies Baswedan karena serangan hukum yang menimpa gerbong politik Anies.

Kasus hukum yang menerpa Partai Nasdem tidak hanya menekan jumlah pemilih Nasdem, tapi juga ikut mendera dukungan publik kepada Anies.

Dan tidak bisa dipungkiri, tekanan elektoral yang dialami Anies akan menguntungkan Prabowo. Karena nyaris kecil kemungkinan kantong pemilih Anies akan berpindah ke Ganjar, jika terjadi terjangan politik yang kurang menguntungkan Anies Baswedan.

Hal yang sama berpeluang terjadi di kantong pemilih mengambang (floating mass) yang berpotensi memilih Ganjar Pranowo karena aspirasi politik PDIP atas sistem pemilu proporsional tertutup tempo hari.

Sekalipun isu yang didukung PDIP memiliki basis konstitusional yang jelas, nyatanya isu tersebut cenderung ditolak publik. Sehingga aspirasi politik Partai Berlogo Banteng moncong putih tersebut ikut mengganggu dukungan publik kepada Ganjar Pranowo.

Dengan semua dinamika politik belakangan yang cenderung berpihak kepada Prabowo, beberapa hal perlu dilakukan oleh Ganjar Pranowo, PDIP, dan semua perangkat pemenangan Ganjar.

Pertama, PDIP dan Ganjar harus menggandeng Jokowi sesering mungkin di ruang publik dalam berbagai kesempatan, agar tidak berkembang isu adanya jurang pemisah antara Jokowi dan PDIP pun dengan Ganjar Pranowo.

Kedua, secara teknis perlu dilakukan "counter visual content" dengan memunculkan Alat Peraga-Alat Peraga Caleg PDIP dan partai koalisi yang menggambarkan kebersamaan Ganjar Pranowo dengan Jokowi.

Sebaiknya jumlahnya lebih masif dibanding caleg-caleg Gerindra, dengan jenis Alat Peraga yang jauh lebih beragam, mulai dari spanduk, billboard, selebaran, dan konten-konten sosmed.

Sementara itu, dari sisi barisan relawan, perlu adanya konsolidasi Relawan Ganjar dan PDIP di satu sisi sembari melakukan pendekatan secara masif kepada Relawan Jokowi, terutama Projo.

Ganjar nampaknya harus lebih berani lagi mendekatkan diri kepada Relawan-Relawan Jokowi, mengadakan pertemuan khusus atau melibatkan Relawan-Relawan Jokowi dalam aktifitas-aktifitas politik Ganjar.

Langkah ini sangat diperlukan untuk membuka pintu negosiasi politik yang lebih serius di antara kedua belah pihak.

Harus diakui bahwa dalam setahun terakhir, Relawan Jokowi sekelas Projo yang ketua umumnya ada di dalam Kabinet Jokowi sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi lebih berpeluang memiliki jadwal bertemu Prabowo ketimbang Ganjar Pranowo.

Kemudian, pada tataran personal, Ganjar Pranowo harus mulai memberi narasi-narasi yang lebih besar dan strategis pada setiap momen yang dihadiri Ganjar, terutama narasi yang tidak dikuasai Prabowo, seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, demokrasi, dan lain lain.

Seperti kunjungan ke pasar, semestinya tidak berujung dengan menelpon gubernur daerah bersangkutan seperti yang sempat dilakukan Ganjar tempo hari.

Semestinya Ganjar melempar narasi tentang signifikansi pasar dalam perekonomian nasional, narasi tentang idealitas pasar, visi misi tentang pasar di masa depan, visi misi tentang tantangan dan strategi pasar menghadapi era digital, dan peran pasar dalam upaya menciptakan kesejahteraan untuk seluruh pelaku pasar nasional, dan sebagainya.

Begitu juga saat Ganjar berkunjung ke komunitas nelayan, petani, seniman, dan komunitas lainnya. Narasi-narasi besar yang menggambarkan Ganjar sebagai seorang calon pemimpin nasional harus diutamakan.

Seiring dengan itu, untuk mengimbangi narasi "kegentingan" ala Prabowo, Ganjar perlu membangun narasi "normalitas", bukan narasi kegentingan yang menakut-nakuti publik.

Narasi semacam ini sangat diperlukan, baik untuk menenangkan publik maupun untuk memunculkan harapan baru pada kehadiran kepemimpinan yang bijak, kalem dan berwatak demokratis, yang bisa berpikir arif dan bijaksana, bukan calon pemimpin yang frontal dan emosional.

Lebih dari itu, narasi normalitas ini juga diperlukan untuk menekankan kepada publik bahwa urusan kenegaraan tidak akan selesai hanya dengan pidato sana sini sembari membangun rasa "khawatir" berlebihan publik.

Dan terakhir, kubu politik pendukung Ganjar Pranowo harus mulai belajar menekan dan menghilangkan narasi "petugas partai" di ruang publik.

Narasi ini harus disisakan di ranah khusus dan privat, yakni komitmen antara Ganjar Pranowo dan PDIP, tanpa perlu mengumbar dan mengulang-ulangnya di ruang publik, karena akan mendegradasi personalitas dan dignitas politik Ganjar Pranowo.

Sebenarnya secara konseptual semua calon presiden adalah petugas partai dan gerbong politik pendukungnya. Sebut saja Anies Baswedan, misalnya. Tak ada yang bisa memungkiri bahwa Surya Paloh adalah "patron politik" Anies.

Artinya relasi Anies, Surya Paloh, dan Partai Nasdem bahkan bisa lebih subordinatif ketimbang narasi "petugas partai" ala PDIP. Tapi karena kubu Anies tidak pernah menaikkan narasi semacam itu ke ruang publik, imbasnya kepada Anies Baswedan nyaris tidak ada.

Artinya, narasi seperti "petugas partai" cukuplah menjadi narasi "tau sama tau" antara para pihak, tidak perlu dijadikan "keyword" politik oleh para pihak di dalam kubu pendukung Ganjar Pranowo.

Toh segala kesepakatan dan komitmen politik yang tersimpan di balik istilah tersebut sudah disepakati secara internal sebelum Ganjar didaulat sebagai calon presiden resmi dari PDIP.

Untuk itu, konteks "petugas partai" haruslah dikembalikan ke ranah tertutup alias tidak perlu dijadikan "keyword" politik yang menyebar di ruang publik secara bebas.

Apalagi nanti jika Ganjar, misalnya, memenangkan pemilihan dan menjadi presiden. Narasi "petugas partai" tersebut justru akan melemahkan reputasi Ganjar sebagai pemimpin terpilih sekaligus mengganggu legitimasi keterpilihannya di satu sisi dan akan berpotensi membuat kepercayaan diri seorang presiden baru terganggu.

Bahkan dalam masa pemanasan jelang pemilihan saja, saya cukup yakin, narasi semacam ini kontraproduktif terhadap kepercayaan diri Ganjar.

Padahal kepercayaan diri adalah modal awal yang sangat krusial dalam memenangkan laga politik di satu sisi dan modal utama dalam meyakinkan publik serta calon pemilih baru di sisi lain.

Seperti kata Presiden Amerika Serikat yang keempat yang juga dikenal sebagai "Bapak Konstitusi" James Madison, “The circulation of confidence is better than the circulation of money.”

Nah, jika kepercayaan diri Ganjar tak terbangun, lalu mengalami kekalahan, maka kesalahan terbesar akan jatuh kepada partai yang terlalu mensubordinasi status Ganjar selama ini.

Karena status yang terlalu subordinat, maka keberaniannya untuk berinisiatif, berkreasi, dan mengambil risiko untuk memenangkan pemilihan akan ikut macet pula.

Walhasil, "If you take no risks, you will suffer no defeats. But if you take no risks, you win no victories, ” kata Richard M. Nixon, Presiden ke - 37 Amerika Serikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com