JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Republik Indonesia Syamsul Ma'arif mengungkapkan, daging hewan yang terkontaminasi antraks tetap tidak aman dikonsumsi meski direbus dalam waktu yang lama.
Sebab, bakteri antraks menyebar sangat cepat, termasuk ketika daging hewan yang mati mendadak karena antraks disembelih. Ketika daging dibuka, bakteri pun akan menyebar.
"Kalau ditanya kalau direbus aman enggak? Tidak aman. Jangankan direbus, dibuka saja enggak boleh. Bisa enggak dagingnya direbus dan aman dikonsumsi? Tidak boleh dilakukan itu. Membuka saja tidak boleh," kata Syamsul dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).
Baca juga: Kemenkes Sebut Kasus Antraks di Gunungkidul Sudah Bisa Dikategorikan KLB
Syamsul mengatakan, bakteri antraks akan berubah menjadi spora bila berkontak dengan udara. Spora ini berfungsi sebagai pelindung, sehingga bakteri di dalam spora sulit mati.
Bahkan, bakteri ini bisa bertahan sampai puluhan tahun di dalam tanah.
"Kita tahu sifat dari bakteri antraks tadi, makanya dilarang ketika ada hewan mati karena antraks itu tidak boleh dibuka. Kalau dibuka itu bakterinya langsung membuat spora yang mampu bertahan bertahun-tahun," tutur dia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi, menambahkan, bakteri antraks dapat bertahan lebih dari 40 tahun.
Spora ini bisa masuk ke manusia, salah satunya lewat luka pada tubuh, ataupun makan dan minum dari kudapan yang terpapar antraks.
Baca juga: Gejala Antraks pada Manusia yang Perlu Diwaspadai
"Jadi ada dua, bisa langsung dari tanah yang ada sporanya, bisa juga masuk melalui hewan nanti sakit dan dikonsumsi daging ke manusia. Pada saat hewannya mati, sporanya juga dikubur akan masuk lagi. Jadi butuh penanganan yang lebih intensif lagi," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus antraks dilaporkan menjangkiti puluhan warga Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks. Sementara Data Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah warga yang meninggal sebanyak tiga orang.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty menuturkan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati.
"Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2023).
Baca juga: Pemkab Gunungkidul Belum Berencana Tetapkan KLB Antraks, Ini Alasannya
Warga yang meninggal itu dibawa ke RSUP Sardjito pada Sabtu (1/4/2023). Pihak Dinkes Gunungkidul baru menerima laporan adanya warga meninggal di RSUP Sardjito pada Senin (4/7/2023).
Menerima laporan itu, Dinkes Gunungkidul bersama Satgas One Health dari Kapanewon Semanu langsung bergerak untuk melakukan penelusuran.
Dari hasil penelusuran, sebanyak 125 orang diketahui melakukan kontak langsung dengan hewan ternak yang mati karena antraks. Setelah dilakukan pemeriksaan, Dewi menyebutkan, sekitar 85 orang dinyatakan positif antraks.
"18 orang yang bergejala mulai dari luka, ada yang diare hingga pusing," jelas Dewi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.