Namun sejak era Muassasah dan Mashariq diatur pemerataannya. Maktab-Maktab mendapatkan pelanggan yang kurang lebih sama.
Sepertinya iklim di dunia saat ini adalah liberalisasi ekonomi. China dasarnya adalah komunis, di mana negara mengatur ekonomi bukan pasar.
Namun, saat ini China bersaing dalam pasar dunia bahkan mengendalikan banyak produk di dunia. Produk-produk China dari mobil sampai bullpen menyebar di seluruh benua. China tidak lagi komunis, tetapi kapitalis.
Begitu juga Saudi, iklim persaingan dalam menghidupkan pasar juga terasa. Saudi sepertinya menginginkan pihak swasta seperti Mashariq, Duyuf al-Bayt, dan Maktab berperan sebagai penawar jasa yang menghidupkan pasar bagi konsumen jamaah haji dunia.
Hukum dagang pasar pun diharapkan berlaku. Jasa yang ditawarkan sesuai dengan harapan konsumen, maka para pelanggan akan puas dan kembali.
Jika Anda puas, beritahu teman. Jika ada kekurangan silahkan kontak penjual. Begitu motto warung-warung Padang di Indonesia.
Namun, relasi pemberi jasa dan pelanggan dalam konteks jamaah haji dunia, tidak seperti itu tampaknya. Pemberi jasa terlalu kuat posisinya. Klien atau customer kurang mempunyai ruang untuk bargaining.
Para pelanggan memegangi doktrin ibadahnya terutama, maka hati-hati dalam bernegosiasi.
Kejadian penumpukan jamaah di Muzdalifah sampai siang hari yang panas, lambatnya transportasi, air bersih dan toilet yang kurang memadahi di Arafah dan Mina, makan kurang sesuai jadwal. Di mana daya bargaining kita sebagai pemakai jasa Mashariq?
Menteri Agama RI Gus Yaqut Cholil Qoumas menekan ini. Kejadian-kejadian itu harus menjadi perhatian dan diadakan investigasi.
Kementerian Haji Saudi telah berjanji akan melakukannya bahkan sudah menyampaikan maaf. Sementara Mashariq bertahan pada posisinya.
Bahkan Kementerian Saudi akan menambah quota jamaah Indonesia lagi sebagai bentuk rasa bersalah sampai 221.000 jamaah. Kompensasi pun dibicarakan.
Penempatan jamaah di tenda strategis tergantung waktu pembayaran. Beberapa tenda yang dekat dengan lokasi jumroh, misalnya, dari negara-negara Eropa dan Amerika.
Jerman mendapatkan tenda yang strategis. Perlu dicatat bahwa negara-negara itu hajinya diurus swasta dan lebih fleksibel, di samping jamaahnya tidak sebanyak Indonesia.
Jamaah Indonesia diatur oleh negara, sementara keuangan negara perlu dibicarakan dan disetujui oleh DPR. Sementara hukum dagang berlaku, yang membayar awal akan mendapatkan tenda lebih strategis, mumpung persediaan masih ada.
Banyaknya jumlah customer Indonesia sebagai daya tawar. Indonesia mempunyai jamaah dua ratus ribu lebih harus mampu menekan Saudi untuk memberi layanan yang lebih baik.
Semua jamaah tentu membayar dengan uang. Layanan harus sesuai dengan pembayaran.
Menteri Agama kita tegas dalam membela hak-hak jamaah Indonesia dan layanan yang memadahi seusai dengan hukum bisnis. Kita bayar, dapat layanan layak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.