Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Dari Pandemi ke Endemi Covid-19: Liminalitas, Manusia, dan Peradaban Baru

Kompas.com - 04/07/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia.

Melalui Keppres tersebut, status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir sejak 21 Juni 2023. Statusnya diubah menjadi penyakit endemi (Kompas.com, 30 Juni 2023).

Sepatutnya kita bersyukur. Bencana yang menguras energi, pikiran, dan “memakan” hati telah berlalu. Perang tanpa tahu posisi musuh. Tahu-tahu nyawa melayang. Kematian susul-menyusul dalam waktu cepat.

Kesedihan demi kesedihan telah kita lewati. Namun, begitu banyak pula pelajaran berharga yang tak boleh lenyap begitu saja, yang mestinya membuat kita memiliki sistem imun, baik dimensi jiwa maupun raga, yang lebih baik pada masa depan.

Menurut catatan saya, meski sudah menghebohkan dunia sejak akhir 2019, Indonesia pertama kali mengonfirmasi secara resmi kasus Covid-19 pada Senin, 2 Maret 2020.

Saat itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona, yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun.

Mitos Indonesia “kebal” virus Corona pun patah. Ternyata virus tersebut tidak mati saat masuk kawasan Indonesia yang beriklim tropis. Virus lalu menyebar ke segala arah dalam waktu cepat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lalu menyatakan Covid-19 sebagai pandemi. Virus tersebut telah menyerang hampir seluruh permukaan bumi.

Tak ada negara dan bangsa yang digdaya. Eropa yang dikenal pusat kemajuan, Amerika Serikat yang dijuluki adidaya, kalang kabut.

Covid-19 membunuh puluhan juta manusia tanpa suara. Covid-19 benar-benar tak mengenal suku, agama, ras, golongan sosial, dan kebangsaan.

Kematian yang susul-menyusul, yang massal dan dalam jangka waktu cepat, tentu bukan kematian wajar. Pasti kematian akibat bencana. Kematian yang sesungguhnya bisa dicegah.

Bukankah tugas negara modern di antaranya adalah melindungi rakyat dari bencana dan kematian tak wajar lain?

Bahkan, negara dibiayai dan wajib mengusut kematian warganya yang ditengarai tak wajar. Wajib pula menghukum pelakunya.

Meski kematian akibat Covid-19 tak bisa diadili, tetap saja setiap kematian akibat Covid-19 adalah kematian seorang warga negara. Yang sarat pesan, sekaligus mengingatkan bahwa negara wajib melindungi warganya.

Negara wajib menjauhkan warganya dari bencana apapun dan kematian tak wajar lain. Meski biayanya tak murah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com