JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerhati anak sekaligus eks Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut tindakan Kepolisian yang menggunakan senjata laras panjang saat konferensi pers kasus siswa SMP berinisial R (14) membakar sekolahnya sendiri di Temanggung, Jawa Tengah berpotensi melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Tidak hanya UU SPPA, Retno juga menyebut kepolisian bisa melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Saya menduga kuat polisi tidak memahami UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan tidak paham konvensi hak anak terutama tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak," ujar Retno melalui pesan singkat, Minggu (2/7/2023).
Baca juga: KPAI Minta Polisi Kedepankan Restorative Justice dalam Kasus Siswa Bakar Sekolah di Temanggung
"Apa yang dilakukan pihak kepolisian berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak," sambung dia.
Retno mengatakan, meski pelaku melakukan tindak pidana perusakan, tetapi R masih berusia 14 tahun dan tidak seharusnya polisi menampilkannya dalam konferensi pers.
"Apalagi didampingi polisi dengan senjata laras panjang, padahal Ananda R tidak akan mampu melarikan diri dan melawan aparat," ucap Retno.
Retno mengatakan, dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA di Pasal 19 ayat 1 disebutkan identitas anak, anak korban dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
"Adapun ayat (2) merinci apa saja yang merupakan Identitas anak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi," ucap Retno.
Baca juga: KPAI Minta Polisi Kedepankan Restorative Justice dalam Kasus Siswa Bakar Sekolah di Temanggung
Menurut Retno, menampilkan R dalam konferensi pers meskipun menggunakan penutup wajah sudah berpotensi kuat ikut mengungkap jati diri anak.
Padahal, kata Retno, sanksi pelanggaran menampilkan identitas anak di bawah umur jelas yaitu pidana penjara lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Sebelumnya, R (14) siswa kelas VII SMPN 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah membakar sekolahnya sendiri pada Selasa (27/6/2023) dini hari.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (30//2023), R merasa sakit hati karena sering menerima bullying atau perundungan dari teman-temannya sehingga nekat membakar sekolahnya.
"Motif dari pelaku adalah, pelaku merasa sakit hati karena sering di-bully oleh teman-temannya. Rasa sakit hati, akumulasi ini maka dia merencanakan untuk membakar sekolah," ujar Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi.
Baca juga: Bullying Picu Siswa SMP di Temanggung Bakar Sekolah, Jadi Tersangka, Disebut Kepsek Caper
R mengaku sering diejek menggunakan nama orangtuanya dan dikeroyok.
Lokasi pembakaran sekolah berada di ruang kelas IX dan 2 lainnya di gudang prakarya.
Atas perbutannya, R dijerat Pasal 187 Ayat 1 Huruf e KUHP lantaran ia secara sengaja membakar sekolahnya sendiri yang membahayakan khalayak umum.
R terancam hukuman 6 tahun penjara atau setengah dari hukuman maksimal terkait pembakaran yang melibatkan orang dewasa.
Kendati demikian, R tidak ditahan dan dikembalikan kepada orangtuanya serta diharuskan wajib lapor ke Polres Temanggung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.