JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, tidak ada yang salah dengan respons Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono terhadap ancaman kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Sebagai informasi, KKB pimpinan Egianus Kogoya baru-baru ini mengancam akan menembak pilot Susi Air Philips Mark Methrtens. Ancaman disampaikan melalui media sosial.
Merespons itu, Kapuspen TNI berujar, apabila KKB benar-benar menembak Philips, hal itu akan memudahkan aparat dalam operasi penumpasan kelompok separatis teroris tersebut.
Khairul menilai, pernyataan Kapuspen TNI tersebut bukanlah pernyataan yang gegabah.
"Menurut saya, tidak ada yang salah dengan pernyataan Kapuspen TNI. Itu bukanlah pernyataan yang reaktif, minim empati, dan gegabah," kata Khairul kepada Kompas.com, Sabtu (1/7/2023).
Baca juga: Kapuspen TNI: Jika KKB Benar-benar Tembak Pilot Susi Air, secara Strategi Akan Mudahkan Operasi
Menurut Khairul, andai KKB benar-benar menembak Philips, tentu saja operasi akan menjadi lebih mudah. Tekanan dan risiko yang dihadapi aparat dalam operasi pun jauh berkurang.
"Dengan demikian, operasi akan sepenuhnya bisa dilakukan untuk menegakkan hukum terhadap para pelaku kejahatan sekaligus mengevakuasi korban," jelas Khairul.
ISESS menilai, pernyataan Kapuspen TNI juga merupakan sebuah penegasan terhadap KKB bahwa ancaman mereka tak bisa menekan pemerintah untuk memenuhi tuntutannya yang tidak realistis.
Menurut Khairul, Pemerintah Selandia Baru yang merupakan negara asal Philips pasti menyadari bahwa tidak ada satu pun negara yang mau ditekan untuk mempertaruhkan atau bahkan menggadaikan kedaulatannya.
"Apalagi, sejauh ini upaya persuasif juga telah dan terus dilakukan dengan serius," jelas dia.
Baca juga: Panglima TNI Perintahkan Jenderal Bintang 3 Terus Negosiasi Pembebasan Pilot Susi Air
Khairul berpandangan, Phillip yang sejak awal menerima penugasan dari Susi Air untuk terbang ke Papua juga pasti telah menyadari risiko terhadap keamanan dan keselamatannya.
Di sisi lain, Indonesia punya banyak pengalaman dalam urusan penyanderaan.
Dalam kasus-kasus penyanderaan warga negara Indonesia maupun negara lain oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan misalnya, tidak semua sandera berhasil dibebaskan.
"Ada sandera yang dieksekusi mati sebelum berhasil dibebaskan, ada juga yang tewas ketika upaya pembebasan dilakukan. Tapi apakah kemudian itu menempatkan Filipina sebagai pihak yang bersalah dan menyebabkan ketegangan dalam hubungan antarnegara? Tentu tidak," kata Khairul.
"Pernyataan Kapuspen TNI dapat dipandang sebagai pesan yang jelas dan tegas pada kelompok bersenjata tersebut bahwa ancaman eksekusi tidak akan efektif untuk menekan pemerintah," imbuh dia.
Baca juga: Siasat TNI-Polri Bebaskan Pilot Susi Air yang Nasibnya Kini di Ujung Tunduk