Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Hukuman Mati bagi Koruptor

Kompas.com - 29/06/2023, 01:15 WIB
Tari Oktaviani,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Usulan hukuman mati bagi pelaku korupsi masih menjadi perdebatan hingga kini.

Sebagian pihak setuju pemberlakuan hukuman mati seperti di China, Kuba, Iran dan beberapa negara lainnya.

Namun sebagian lagi menentang atas dasar kemanusiaan.

Berikut ini pandangan pro kontra hukuman mati bagi koruptor:

Pro

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa

Korupsi perlu dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan pelakunya pantas mendapatkan hukuman mati.

Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Achmad Santosa menilai bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Baca juga: Hukuman Mati Koruptor yang Selalu Jadi Wacana

Tidak hanya itu saja, pelaku korupsi juga membuat masyarakat semakin miskin dan membuat bangsa Indonesia menjadi rentan dan lemah.

Namun Ia mengingatkan perlunya ada kesenjangan hukum lain karena hukuman mati bagi koruptor tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus diimbangi dengan perbaikan sistem peradilan yang bersih dan jujur. 

Korupsi dapat merusak bangsa 

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga sepandangan bahwa koruptor perlu dihukum semaksimal mungkin termasuk alternatif hukum mati. 

Namun begitu meskipun sudah ada dasar hukum mati bagi koruptor tetapi tidak serta merta akan berlaku karena tergantung pada jaksa dan hakim yang mengadili. 

Baca juga: Soal Hukuman Mati untuk Koruptor, Mahfud: Sejak Dulu Saya Setuju

"Iya itu (hukuman mati) tergantung hakim dan jaksa. Saya sejak dulu sudah setuju hukuman mati koruptor, karena itu merusak nadi, aliran darah sebuah bangsa, itu dirusak oleh koruptor," kata Mahfud pada 2019 lalu.

Korupsi membuat kerugian negara yang besar

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung, Dr Artha Theresia Silalahi pernah menyetujui rencana hukuman mati bagi koruptor pada saat menjadi calon Hakim Agung pada tahun 2019. 

Ia menilai bahwa koruptor pantas dihukum mati karena sudah mengakibatkan negara mengalami kerugian yang besar. 

"Hukuman mati terhadap kasus korupsi dan narkotika menurut saya merupakan pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan (mereka). Dalam hal ini bandar narkoba dan koruptor yang sedemikian besarnya menjadi penyebab kerugian negara," ujar Artha.

Baca juga: Calon Hakim Agung Artha Silalahi Setuju Hukuman Mati bagi Koruptor

Kontra

Dikhawatirkan salah menghukum mati seseorang

Pidana mati bersifat irreversible atau tidak dapat ditarik kembali. 

Sistem peradilan di Indonesia yang belum berjalan baik bisa membuat orang yang tak bersalah menanggung hukuman mati. 

Hukuman mati tidak menimbulkan efek jera

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana pernah menyampaikan pandangannya bahwa menurutnya hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera bagi koruptor. 

Ia melihat pengalaman negara lain yang sudah memberlakukan hukuman mati namun masih ada saja korupsi.

ICW lebih setuju upaya memiskinkan koruptor yang dinilai akan memberi efek jera.

Baca juga: ICW Tak Sepakat Hukuman Mati Koruptor, Sebut Tak Akan Beri Efek Jera

Bertentangan dengan hak asasi manusia 

Pandangan kontra juga datang dari Komnas HAM. Mantan Ketua Komnas HAM Taufan Damanik pernah menyebut bahwa pihaknya menentang wacana hukuman mati bagin koruptor karena berlawanan dengan hak asasi manusia.

“Komnas HAM sejak awal tidak sepakat dengan hukuman mati, karena bagi Komnas HAM hak untuk hidup merupakan hak absolut seorang manusia, dalam berbagai kajian PBB menyimpulkan tidak ada korelasi antara pemberantasan tindak pidana kejahatan dengan hukuman mati," kata Taufan Damanik pada 2019 silam.

Baca juga: Apakah Hukuman Mati Mampu Membuat Jera Koruptor?

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com