“Yenny mewakili elemen kekuatan politik perempuan yang tampaknya tidak ada dalam radar pembacaan potensi cawapres di lingkaran Ganjar maupun Prabowo Subianto,” kata Umam kepada Kompas.com, Selasa (27/6/2023).
Menurut Umam, sosok Yenny yang dekat dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU) juga menjadi nilai tambah. Yenny dinilai bisa menjadi penyeimbang buat Anies yang kerap dicitrakan dekat dengan kelompok konservatif.
“Yenny bisa merepresentasikan elemen kekuatan Nahdlatul Ulama (NU) yang mewakili karakter Islam moderat dan nasionalisme-religius, yang bisa dimanfaatkan Anies untuk menepis tudingan kedekatan dengan Islam konservatif,” ujar Umam.
Baca juga: PKS Sebut Usulan Yenny Wahid Jadi Cawapres Anies Sudah Ada Sejak Awal
Namun demikian, menurut Umam, wacana menjodohkan Yenny sebagai cawapres Anies memiliki sejumlah tantangan. Pertama, basis dukungan partai.
Seperti diketahui, Anies didukung oleh tiga partai politik yang tergabung dalam Koalisi Perubahan yakni Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Demokrat dan PKS sebelumnya telah mengusulkan nama cawapres yang tak lain merupakan kader partai masing-masing. Sementara, Yenny bukan kader dua partai tersebut ataupun kader Nasdem.
Persoalan lainnya, elektabilitas Yenny juga masih terbatas. Tingkat elektoral keduanya di klasemen cawapres berada di papan bawah.
Sehingga, mencawapreskan Yenny kemungkinan hanya akan menguatkan suara pemilih di Jawa Timur, namun melemah di daerah-daerah lain, terutama di luar Pulau Jawa.
Baca juga: Giring Yakin Ganjar dan Yenny Wahid Bisa Lanjutkan Cita-cita Jokowi
Meski begitu, Umam meyakini, bakal cawapres yang kelak dipilih Anies ialah sosok yang memenuhi syarat yang telah disepakati Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Selama Anies belum mendeklarasikan calon pendampingnya, Yenny Wahid ataupun nama lain punya peluang yang sama buat jadi calon RI-2.
“Menilik dokumen piagam yang dimiliki Koalisi Perubahan, Anies menetapkan beberapa syarat bagi cawapres yang akan mendampinginya, mulai dari kontribusi pemenangan yang ditunjukkan melalui tingkat elektabilitas, rendahnya kerentanan, dukungan soliditas koalisi yang direpresentasikan dalam kekuatan jaringan partai politik, termasuk tentunya aspek ideologis, jaringan non-partai politik, logistik dan lainnya,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.