Mendengar penjelasan Sudaryanto dan Suryo, Jokowi menegaskan apabila keduanya ingin menjadi WNI kembali maka akan diterima dengan gembira.
Sebab, hal itu sebagai penegasan bahwa Indonesia melindungi warganya.
"Jika ingin kembali jadi WNI, saya gembira dan kita semua, saya kira gembira. Untuk menunjukkan bahwa memang negara ini melindungi warganya. Bapak terima kasih, silakan kembali," ujar Jokowi sambil mempersilakan keduanya duduk kembali.
Adapun sebelum menawari Suryo dan Sudaryanto untuk kembali menjadi WNI, Presiden Jokowi sempat berdialog dengan keduanya.
Presiden meminta mereka menceritakan mengapa sampai bisa menjadi WNA, padahal sebelumnya merupakan WNI yang lahir di Indonesia.
Suryo yang memberikan penjelasan pertama. Saat peristiwa 1965, dia berusia 22 tahun dan menjadi mahasiswa Indonesia yang kuliah di Ceko.
Di sana, Suryo mengambil jurusan ekonomi yang dibiayai dari beasiswa pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) pada saat itu.
"Saya sekolah di Sekolah Tinggi Ekonomi di Ceko atas beasiswa dari negara. Dengan perjanjian bahwa nanti setelah kita lulus harus bekerja untuk negara paling tidak selama tiga tahun," kata Suryo kepada Jokowi.
Baca juga: Kisah Para Eksil 1965, Dibuang Negara dan Dicabut Kewarganegaraannya
Saat Suryo sedang menempuh pendidikan, meletuslah peristiwa 1965.
Dia kemudian tak bisa kembali ke Indonesia lantaran paspornya dicabut.
Penyebabnya, Suryo enggan meneken surat pernyataan dukungan atas pemerintahan baru saat itu.
Sebab, menurut Suryo, dia tidak percaya informasi yang diterimanya bahwa penyebab peristiwa 1965 adalah kudeta yang melibatkan Presiden RI saat itu, Sukarno.
"Apa yang kita terima bahwa kudeta itu didalangi oleh Bung Karno dan buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal sebab Bung Karno waktu itu sudah menjadi Presiden dengan dukungan yang kuat," ungkap Suryo.
"Saya tidak bisa kembali karena dicabut paspor saya dan 16 teman-teman di PPI Ceko. Dicabut semua karena tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru," ujar pria yang akan berusia 80 tahun pada akhir 2023 nanti.
Sama halnya dengan Suryo, Sudaryanto juga sedang menempuh pendidikan ketika peristiwa 1965 terjadi.