JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan RI dr Maxi Rein Rondonuwu menyatakan virus Oz belum ditemukan di Indonesia.
Virus Oz merupakan anggota baru dari genus Thogotovirus, yang pertama kali diisolasi dari kumpulan 3 nimfa kutu, Amblyomma testudinarium, yang dikumpulkan di Prefektur Ehime, Jepang pada tahun 2018.
Jepang telah mengonfirmasi kasus kematian pertama di dunia akibat infeksi virus Oz pada Jumat (23/6/2023).
Baca juga: Kematian Pertama akibat Virus Oz di Dunia Terjadi di Jepang, Apa Itu?
"Di Indonesia belum ditemukan," kata Maxi kepada wartawan, Senin (26/6/2023).
Kendati begitu, Maxi membeberkan tindakan mitigasi yang dapat dilakukan. Pasalnya, virus ini bersifat zoonosis atau ditularkan melalui hewan, yaitu satwa liar seperti monyet, rusa, tikus ke manusia.
Bahkan pada manusia, Thogotovirus menyebabkan ensefalitis atau radang otak, penyakit demam, pneumonia, hingga kematian.
"Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan adalah edukasi ke peternak tentang sanitasi yang baik di peternakan, mengenakan pakaian lengan dan celana panjang saat pergi ke daerah berumput atau semak-semak, dan menggunakan lotion anti serangga," tuturnya.
Baca juga: Kemenkes Ungkap 30 Provinsi di Indonesia Masih Kekurangan Dokter Spesialis
Namun, kata Maxi, cara penularan ke manusia belum diketahui dengan pasti.
Lebih lanjut Maxi menjelaskan, NIID Tokyo menginformasikan antibodi terhadap virus Oz ditemukan pada monyet liar, babi hutan, dan rusa yang berhabitat di prefektur Chiba, Tokyo, Gifu, Mie, Wakayama, Yamaguchi, dan Oita.
Selain itu, dua pemburu di Yamaguchi dilaporkan positif antibodi. Secara demografis, Thogotovirus juga sudah menyebar di banyak wilayah di dunia.
"Adapun diagnosis dilakukan sebagai diagnosis banding pada gejala demam yang tidak diketahui penyebabnya dan ada riwayat terjadi setelah digigit kutu," jelas dia.
Baca juga: Kemenkes: Indonesia Masih Kekurangan 31.481 Dokter Spesialis
Sebelumnya diberitakan, korban yang terinfeksi virus Oz merupakan seorang wanita berusia 70 tahunan asal Prefektur Ibaraki yang dinyatakan meninggal setelah menjalani perawatan.
Diberitakan Antara, Sabtu, Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan korban sempat mencari pertolongan medis pada musim panas 2022. Saat itu, perempuan tersebut mengalami gejala seperti demam dan kelelahan.
Selama masa penyembuhan, dokter menemukan seekor kutu yang semakin membesar di paha bagian kanan atas. Korban akhirnya meninggal setelah mendapat perawatan selama 26 hari lantaran peradangan otot jantung atau miokarditis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.