LAUTAN merah begitu memenuhi semua sudut Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, dalam beberapa hari ini. Walau sekadar gladi resik, tidak urung kehadiran massa yang begitu besar membuat publik penasaran.
Ada apakah gerangan Jakarta dengan massa yang “memerah”?
Puncak Peringatan Bulan Bung Karno digelar pada Sabtu, 24 Juni 2023 ini, diperkirakan dihadiri 100.000 orang dari seluruh penjuru tanah air.
Puncak peringatan Bulan Bung Karno yang dihadiri semua pengurus PDI Perjuangan, dari anak ranting di tingkat dusun hingga dewan pimpinan pusat hadir berbaur menjadi satu.
Menjadi istimewa karena kehadiran Calon Presiden yang diusung PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo bersama beberapa sosok yang digadang-gadang sebagai “pendamping” Ganjar di Pilpres 2024.
Bulan Juni, tidak saja dianggap “penting” oleh PDI Perjuangan, tetapi oleh bangsa ini. Juni begitu lekat dengan kehidupan Putra Sang Fajar, julukan untuk Soekarno, Presiden Indonesia pertama itu.
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Lahirnya Pancasila terkait erat dengan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibesut pada 29 April 1945.
Selama sidang-sidang BPUPKI dihelat dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, sejumlah tokoh seperti Soepomo, Mohammad Yamin dan Soekarno silih berganti menyampaikan pandangannya tentang perumusan asas dasar negara.
Pada 1 Juni 1945, Soekarno memaparkan lima sila yang terdiri dari Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lima sila itu dikenal dengan nama Pancasila, hingga kini Pancasila menjadi pedoman sekaligus dasar negara.
Dalam suatu pertemuan, Presiden Soekarno sempat bertanya kepada salah satu pemimpin senior dan terkemuka dari Eropa, Presiden Yugoslavia, Josef Broz Tito.
Bung Karno yang lebih muda 9 tahun dari Tito, dikenal memiliki kedekatan dengan beberapa pemimpin dunia terkemuka, di antaranya Josep Broz Tito.
“Tuan Tito, jika Anda nanti meninggal, bagaimana dengan nasib Yugoslavia ?” tanya Bung Karno.
Tito tentu saja dengan lugas menjawab pertanyaan sahabatnya kalau Yugoslavia memiliki tentara berani dan tangguh yang sanggup melindungi Bangsa Yugoslavia.
Kini giliran Tito yang mengajukan pertanyaan serupa kepada Bung Karno. Bung Karno hanya menjawab, ”Aku tidak khawatir karena aku telah mewarisi bangsaku dengan Pancasila, sebuah way of life,” tandas Soekarno.
Dari kajian pakar-pakar sejarah di Serbia, di antara Indonesia dan Yugoslavia yang paling berpotensi untuk disintegrasi atau kemungkinan pecah “ambyar” adalah seharusnya Indonesia. Bukan Yugoslavia.
Alasannya, wilayah Yugoslavia tidak terpisah-pisah dan tidak memiliki etnis sebanyak Indonesia. Namun waktu dan sejarah membuktikan Yugoslavia dilanda perang saudara yang sempat berkecamuk lama.
Kini Yugoslavia peninggalan Josep Broz Tito terburai menjadi 7 negara yang saling terpisah menjadi Serbia, Kroasia, Bosnia, Slovenia, Montenegro, Makedonia, dan Kosovo.
Dan masih menurut pandangan pakar-pakar dari pecahan Yugoslavia tersebut, Bangsa Indonesia sangat beruntung karena memiliki pegangan hidup yang bernama Pancasila.
Pancasila sangat mujarab bisa menyatukan penduduk negeri yang bernama Indonesia walau terdiri dari banyak suku atau golongan serta memeluk beragam agama dan kepercayaan. Sekali lagi, Soekarno menyebut dirinya bukanlah yang menciptakan Pancasila.
Yang dilakukan Bung Karno hanyalah menggali jauh ke dalam bumi Indonesia, tradisi-tradisi sendiri dan pada akhirnya menemukan lima butir mutiara yang indah
Bung Karno yang awalnya bernama Koesno Sosrodihardjo lahir di Peneleh, Surabaya pada 6 Juni 1901 dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai.
Silang budaya yang menempa Soekarno sejak muda, berayahkan seorang guru dari suku Jawa beragama Islam dan beribukan bangsawan Bali yang memeluk agama Hindu.
Memulai sekolahnya di Tulung Agung, Jawa Timur, Soekarno kecil tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo dan akhirnya pindah ke Mojokerto dan selanjutnya di Surabaya untuk menamatkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) atas bantuan kawan ayahnya yang bernama H.O.S Tjokroaminoto.