JAKARTA, KOMPAS.com - Santer terdengar bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Perubahan dan Persatuan, Anies Baswedan, mengkritik kebijakan insentif mobil listrik yang dibuat pemerintah pusat.
Anies mengatakan, tak semestinya kebijakan diskon instrumen Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen itu diberikan.
Pasalnya, mobil listrik adalah barang mewah yang bisa dibeli oleh orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup.
Anies menyebut kebijakan insentif tersebut sebagai subsidi yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah pusat.
"Jangan sampai kita beri subsidi kepada yang tidak perlu," kata Anies saat ditemui Kompas.com, Sabtu (10/6/2023).
Baca juga: Kritik Kebijakan Jokowi soal Mobil Listrik, Anies: Jangan Sampai Subsidi Kepada yang Tidak Perlu
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, saat ini permintaan pembelian kendaraan listrik khususnya mobil sudah cukup tinggi.
Dia menyebutkan, hal itu karena pemesanan mobil listrik saat ini harus mengantre karena permintaan yang cukup tinggi.
"Kalau sudah tinggi (permintaannya) buat apa dapat subsidi, toh pasarnya sudah serap hasil produksi," imbuh dia.
Menurut Anies, pemerintah pusat seharusnya mendorong subsidi untuk kendaraan umum agar kebijakan tersebut bisa tepat sasaran.
Namun, rekam jejak kebijakan Anies terkait kendaraan listrik pernah ditorehkan melalui Peraturan Gubernur saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Peraturan Gubernur itu diteken Anies pada 3 Januari 2020 bernomor 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan, kendaraan bermotor listrik berbasis baterai adalah seluruh kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapat pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar kendaraan.
Pasal 2 ayat 1 menegaskan, pemberian insentif kendaraan listrik khususnya untuk obyek pajak bea balik nama kendaraan bermotor.
Pasal 2 poin kedua menyebutkan:
"Terhadap objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan insentif tidak dikenakan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor."
Pasal 3 menjelaskan, insentif tersebut diberikan secara otomatis dengan cara melakukan penyesuaian sistem pemungutan pajak daerah dan dilaksanakan pada UP-PKB dan BBN-KB.
Ketentuan penutup atau Pasal 4 menjelaskan aturan yang dibuat Anies ini berlaku hingga 31 Desember 2024.
Sebelum mengesahkan pergub tersebut, Anies mengatakan, kebijakan menggratiskan pajak balik nama bertujuan mendorong masyarakat menggunakan kendaraan bermotor berbasis listrik.
Baca juga: Pemprov DKI Bakal Gratiskan Pajak Balik Nama Kendaraan Listrik
Pasalnya, saat ini, pajak kendaraan bermotor berbasis listrik masih tinggi sehingga sebagian besar masyarakat Jakarta masih mengategorikannya sebagai barang mewah.
"Langkah Pemprov DKI, kami akan membebaskan pajak balik nama untuk kendaraan-kendaraan bermotor berbasis listrik baik roda dua maupun roda empat. Kami berharap agar kendaraan-kendaraan berbasis listrik ini tidak lagi dimasukkan ke dalam kategori barang mewah," kata Anies di daerah Bundaran Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2019).
Terkait perbedaan insentif dan subsidi kendaraan listrik dijelaskan Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko.
Kepala Staf Presiden ini mengatakan, insentif dan subsidi kendaraan listrik adalah hal yang berbeda.
Subsidi diberlakukan pada sepeda motor listrik yang diperuntukan bagi golongan masyarakat yang dianggap memenuhi syarat.
Adapun golongan yang dimaksud penerima subsidi seperti pelaku UMKM, penerima KUR, penerima bantuan produksi usaha mikro, dan penerima bantuan subsidi upah.
Untuk diketahui, nominal subsidi kendaraan listrik, yang dalam hal ini motor listrik, adalah sebesar Rp 7 juta. Hal itu tercantum dari penjelasan situs P3DN Kemenperin.
Baca juga: Anies Kritik Mobil Listrik, Jokowi Tersenyum, Para Menteri Pasang Badan
"Alasan diberlakukan subsidi khususnya pada 200.000 sepeda motor listrik pertama adalah karena target tujuannya adalah masyarakat yang sudah memenuhi kriteria tertentu dan dinilai layak menerima manfaat ini," kata Moeldoko, Rabu (17/5/2023).
Adapun untuk insentif adalah potongan harga mobil lewat diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Dengan insentif sebesar 10 persen, maka beban PPN yang harus dibayar pembeli mobil listrik hanya 1 persen saja.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menjelaskan, jika dikenakan insentif 10 persen untuk mobil listrik seperti Hyundai Ioniq 5 yang harganya Rp 748 juta, maka insentif yang didapat berkisar Rp 70 juta-Rp 80 juta.
Sedangkan untuk Wuling Air EV dengan harga Rp 280 jutaan akan mendapat insentif antara Rp 25 juta-Rp 35 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.