Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diusir KPU saat Awasi Daftar Pemilih, Bawaslu: Apa-apaan!

Kompas.com - 12/06/2023, 13:29 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyebut terjadi insiden pengusiran terhadap pengawas oleh petugas KPU, ketika pengawas tersebut sedang mengawasi proses pemutakhiran daftar pemilih.

Sebagai informasi, tahapan pemutakhiran daftar pemilih saat ini sudah memasuki penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), terhitung sejak 21 Mei 2023.

Menurut Bagja, peristiwa itu terjadi di 2 kabupaten dalam 1 provinsi yang sama, ketika rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) beberapa waktu lalu.

"Kami protes, (dalam pengawasan) DPS, ada (pengawas) yang disuruh keluar. Apa-apaan!" kata Bagja kepada wartawan, Senin (12/6/2023).

Baca juga: Bawaslu Kesulitan Proses Ijazah Palsu Bacaleg karena KPU Tak Beri Akses Penuh

Bagja mengultimatum KPU bahwa insiden semacam itu tak boleh lagi terulang. Jika terjadi lagi, maka pihaknya disebut tak akan segan memidanakan KPU dengan ketentuan Pasal 512 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tersebut mengatur bahwa setiap anggota KPU di segala jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta.

Hal ini berlaku jika mereka tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam setiap tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih, yang pada akhirnya merugikan WNI yang memiliki hak pilih.

"KPU itu bagian dari kami, penyelenggara pemilu, penyelenggara utama, jika kami diusir berarti kami bukan penyelenggara sepertinya," kata Bagja.

Baca juga: Bawaslu Siapkan Mitigasi Pengawasan Surat dan Kotak Suara Pemilu 2024

Persoalan transparansi data KPU yang menyulitkan Bawaslu ini menjadi isu yang terjadi di segala tahapan pemilu.

Pada tahapan pemutakhiran daftar pemilih, friksi KPU versus Bawaslu terkait transparansi ini telah terjadi sejak tahapan pertama, yaitu pencocokan dan penelitian (coklit) dalam penyusunan DPS.

Februari lalu, Bagja mengeklaim pihaknya akan melaporkan KPU Presiden RI Joko Widodo karena tidak dibaginya akses data pemilih menyebabkan pihaknya kesulitan melakukan pengawasan coklit.

Hal ini, menurut Bagja, bertentangan dengan pesan Presiden Jokowi dalam Konsolidasi Nasional Bawaslu pada 17 Desember 2022.

Baca juga: KPU Hapus Wajib Lapor Sumbangan Kampanye, Tugas Berat Disebut Menanti Bawaslu

"Bapak Presiden Joko Widodo mengingatkan jika ada lembaga pemerintah yang menghalang-halangi Bawaslu untuk mengakses data pemilih, maka laporkan kepada Presiden. Kami akan laporkan," ujar Bagja kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).

"Ini sebenarnya sudah tegas Pak Presiden ngomong seperti itu dan sekarang kami akan melakukan itu," ia melanjutkan.

Dalam acara Konsolidasi Nasional Bawaslu, Presiden Jokowi mengingatkan agar Bawaslu bekerja keras mengawasi penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). Alasannya, kata dia, setiap pemilu DPT selalu menjadi polemik dan menjadi tudingan kecurangan.

"Saya berharap Bawaslu benar-benar bekerja keras mengawasi proses penyusunan DPT ini," kata Jokowi, dikutip situs resmi Bawaslu RI.

Mantan Gubernur DKI itu menegaskan agar Bawaslu melaporkan kepadanya jika ada dari pihak pemerintah yang menghambat dan tidak kooperatif.

Baca juga: Bawaslu Bakal Kerja Sama dengan Penegak Hukum soal Dugaan Dana Narkoba untuk Pemilu

"Nanti, Pak Rahmat Bagja laporkan ke saya. Karena, urusan DPT ini sangat krusial dari tahun ke tahun dan sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat kita. Hati-hati mengenai ini (daftar pemilih) dan mungkin yang terberat karena melibatkan jumlah pemilih yang sangat besar," tegas politikus PDI-P itu.

Bagja membandingkan keadaan ini dengan saat Bawaslu juga mengaku kesulitan mengakses data keanggotaan partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU pada semester kedua 2022, saat pendaftaran dan verifikasi calon peserta Pemilu 2024 berlangsung di KPU.

"Ada apa lagi, pertanyaannya, apakah tidak mau diawasi?Jangan sampai lagi ditutup-tutupi lah," tambahnya.

Baca juga: Wanti-wanti Mahfud ke KPU dan Bawaslu: Siap-siap Digugat karena Pemilu Curang

Bagja meminta agar KPU tidak berlindung di balik dalih kerahasiaan data pribadi. Menurutnya hal itu ganjil, sebab pantarlih yang secara entitas tidak disebutkan dalam Undang-undang Pemilu pun, diberikan data tersebut untuk melakukan coklit.

Sementara itu, Bawaslu merupakan lembaga negara penyelenggara pemilu yang sifatnya resmi dan bertugas mengawasi kinerja KPU.

"Pantarlih kan panitia, KPU membuka data daftar pemilih. Tapi, kepada bawaslu, KPU tidak membukanya. Ada apa? Pertanyaannya itu. Buka dong," ungkap Bagja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com