Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Kompas.com - 08/06/2023, 22:28 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Yayasan Inisiatif Perubahan Akses menuju Sehat (IPAS) Indonesia Marcia Soumokil mengatakan, masyarakat perlu mengawal dan menyuarakan agar pengaturan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

"Kita melihat bahwa masih sangat penting untuk memasukkan pengaturan terkait layanan untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam RUU Kesehatan," ujar Marcia saat diskusi publik daring pada Kamis (8/6/2023).

Apalagi, tambahnya, saat ini sudah ada beberapa UU yang bisa dijadikan landasan aturan penanganan korban kekerasan, di antaranya UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) Tahun 2004 dan UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Tahun 2022.

Meskipun UU tersebut telah menjelaskan hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban, menurut Marcia, layanan kesehatan juga perlu menjamin bahwa korban kekerasan mendapatkan pemulihan komprehensif dari sisi kesehatannya.

Baca juga: Ribut-ribut Dokter Bisa Digugat di RUU Kesehatan, Kemenkes: Kenapa Tak Dari Dulu Bergerak?

"Tentunya ini dilakukan lewat penatalaksanaan kesehatan dengan pemeriksaan dan perawatan medis, baik terkait gangguan fisik maupun gangguan psikologisnya, jangka pendek dan jangka panjang," terangnya.

Lebih lanjut, Marcia juga menekankan pembiayaan untuk kepastian pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu diatur dan dipersiapkan dengan baik.

"Karena saat ini pembiayaan kesehatan untuk korban kekerasan, baik kekerasan berbasis gender maupun kekerasan seksual itu belum jelas pembiayaannya, ditanggung oleh BPJS atau tidak," tuturnya.

Marcia menambahkan, adanya usulan untuk RUU Kesehatan tersebut semata-mata diharapkan agar korban kekerasan bisa mendapat payung hukum dan kepastian kewajiban tenaga medis dalam memenuhi pelayanan kesehatan korban.

"Sehingga perlu ada harmonisasi undang-undang ke dalam peraturan lainnya untuk mencapai pemenuhan kesehatan reproduksi," imbuhnya.

Baca juga: RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Gender dan Kelompok Rentan merekomendasikan perubahan sejumlah pasal RUU kesehatan, di antaranya perluasan definisi masyarakat rentan pada pasal 27, pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum untuk memberikan rujukan bagi korban kekerasan pada pasal 88, penghapusan pidana pemasungan pada pasal 453, dan kesehatan reproduksi yang inklusif dan aborsi aman pada pasal 39, 42, 43 dan 448 RUU Kesehatan.

Saat ini, RUU Kesehatan direncanakan akan segera disahkan oleh DPR dan Pemerintah Pusat.

Meskipun begitu, belum lama ini sebanyak lima organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Unjuk rasa tersebut digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

Adapun lima organisasi yang berdemo yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com