JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan yang semakin rendah selama periode musim kemarau ini.
Hal itu, kata Dwikorta, disebabkan oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang diprediksi akan terjadi bersamaan mulai Juni 2023.
"Bahkan sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal atau lebih kering dari kondisi normalnya," ujar Dwikorta saat konferensi pers virtual yang diselenggarakan BMKG pada Selasa, (6/6/2023).
Dwikorta lantas menunjukkan peta wilayah Indonesia yang sudah diprediksi terkait sifat curah hujan pada Juli hingga Oktober 2023.
Baca juga: BMKG: Dua Gangguan Iklim Terjadi Bersamaan pada Juni 2023, Indonesia Diprediksi Alami Kekeringan
Pada peta tersebut, terlihat sebagian wilayah Indonesia berwarna coklat yang berarti curah hujan pada beberapa wilayah tersebut semakin rendah.
"Jadi bisa dilihat bagaimana zona-zona yang mengkhawatirkan itu sebagian besar di Jawa, Sumatera, kemudian NTT," terangnya.
Pihaknya memprediksi curah hujan yang akan terjadi selama Juli 2023 hanya berkisar di angka 31 persen. Padahal, curah hujan normal wilayah Indonesia berada di angka 85 hingga 115 persen.
"Kalau Juli nanti diprediksi hanya berkisar 31 persen di tempat-tempat yang coklat itu, bahkan beberapa di bawah ini sangat gelap, 0 sampai 30 persen," katanya sambil menunjukkan wilayah Indonesia bagian selatan.
Baca juga: BMKG: Puncak Musim Kemarau di Banten Agustus, Terkering Selama 3 Dekade
Ia kemudian menyebutkan bahwa hasil prediksi BMKG menunjukkan bahwa bulan September 2023 merupakan puncak curah hujan yang rendah.
Hal itu terlihat dari warna coklat pada peta sifat curah hujan Juli hingga Oktober 2023 yang semakin meluas dan menghitam.
"Hitamnya hampir merata, inilah yang harus diwaspadai sejak dini," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, BMKG memprediksi pada Juni 2023 akan terjadi dua fenomena gangguan iklim, yaitu El Nino dan IOD positif.
Dwikorta mengatakan prediksi tersebut merupakan hasil dari data pemantauan suhu muka laut yang mendeteksi adanya indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan IOD yang semakin menguat ke arah positif.
Baca juga: Anomali Cuaca akibat Awan Kumulonimbus Berpotensi Bahaya, BMKG Nunukan Ingatkan Masyarakat Waspada
Berdasarkan penuturannya, El Nino dikontrol oleh suhu muka air laut di samudera pasifik, sedangkan IOD dikontrol oleh suhu muka air laut di wilayah samudera hindia.
Adanya deteksi ke arah positif dari kedua pengamatan suhu muka air laut tersebut, mengakibatkan keduanya saling menguatkan untuk membuat wilayah Indonesia menjadi lebih kering.
"Yang artinya seperti fenomena yang terjadi di tahun 2019 dimana IOD indeks tersebut juga menguat dan mengakibatkan kondisi kering, lebih kering di wilayah Indonesia. Untuk kali ini, dua fenomena ini terjadi bersamaan," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.