Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

"Politik Kreatif" di Era Disrupsi

Kompas.com - 06/06/2023, 09:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Contohnya ‘Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi’ yang ditulis Abdillah Toha di kolom Kompas.com (30/5/2023), yang merupakan kritik dan masukan kepada presiden. Artikel itu menjadi terpopuler dibaca dan juga dibahas sejumlah media.

Atau ‘Surat Cinta untuk Wiranto’ untuk mengkritisi Menko Polhukam kala itu, yang menyatakan pengungsi korban gempa 2019 di Maluku adalah beban negara. Surat terbuka itu viral, hingga penulisnya diundang di studio Kompas TV di Jakarta, Wiranto pun minta maaf.

Begitu pula yang dengan netizen yang mengunggah satu peristiwa di masyarakat, seperti rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan melalui media sosial kemudian viral, dan memengaruhi respons pemerintah, juga merupakan politik kreatif.

Seperti baru-baru ini ruas jalan di Lampung yang hingga dikunjungi Presiden Jokowi dan kemudian diambil alih perbaikannya menjadi jalan negara oleh Kementerian PUPR setelah di-viralkan TikTokers.

Pun dengan protes yang pernah dilakukan Komunitas Beta Kreatif yang menerbitkan ‘Paspor Kedutaan Besar Maluku’ dan ‘Mata Uang Maluku’ sebagai simbol untuk mengkritisi kondisi kemiskinan dan mahalnya transportasi di daerah mereka.

Paspor dan mata uang itu sejatinya adalah satire atau gimmick yang disosialisasikan melalui media sosial pada 2019. Langkah itu viral, di-like, di-comment dan di-share hingga puluhan ribu kali, pun diliput sejumlah media termasuk televisi nasional.

Juga turut memantik pro dan kontra, karena ada yang justru memaknainya sebagai bagian dari gerakan disintegrasi. Kontroversi sejatinya atau bisa jadi merupakan target dari politik kreatif, dengan begitu isu yang didorong semakin menjadi diskursus publik.

Muaranya tentu saja agar isu atau aspirasi yang diusung melalui ‘politik kreatif’ itu mendapat perhatian dari pemangku kewajiban. Sebagai upaya membentuk opini publik dan memengaruhi kebijakan, cara atau pendekatan semacam itu tentu lebih efektif dan efisien.

Praktik politik kreatif juga sebenarnya dapat dilihat dari aksi memberikan ‘kartu kuning’ kepada Presiden Joko Widodo oleh Ketua BEM Universitas Indonesia. Aksi itu dilakukan saat presiden menghadiri acara Dies Natalis Ke-68 UI di Balairung, Depok, 2 Februari 2018.

Kartu kuning itu diacungkan di tengah forum sebagai bentuk kritik atas berbagai masalah di dalam negeri. Antara lain terkait data Kementerian Kesehatan RI tahun itu, bahwa ada 646 anak terkena campak dan 144 anak ditemukan gizi buruk di Asmat, Papua.

Menggunakan ‘kartu kuning’ sebagai simbol protes di tempat dan momentum yang tepat merupakan bagian dari politik kreatif, menarik publikasi dan didiskusikan lebih luas. Terpenting adalah pesan politik dapat diterima oleh pihak yang dituju lewat ‘aksi kreatif’ itu.

Bandingkan dengan cara lama atau konvensional yang kerap digunakan aktivis mahasiswa dalam menyikapi persoalan atau menyampaikan aspirasi, namun kurang efektif dan kehilangan simpati dari warga.

Biasanya dengan memobilisasi massa, menyewa alat pengeras suara, konvoi, membakar ban bekas, memacetkan jalan, menghambat aktivitas warga, tapi belum tentu efektif atau berdampak secara opini publik hingga memengaruhi kebijakan.

Era disrupsi memang mengharuskan semua orang, dalam hal ini pressure group, menjadi lebih kreatif dan responsif karena dengan begitu satu upaya politik akan lebih mengemuka, efektif dan efisien.

Publik sedang berada dalam fase baru di mana pendekatan kreatif tidak saja menjadi faktor pembeda, tapi juga adalah uji kecerdasan khalayak dalam menyikapi persoalan yang dihadapi, namun bukan untuk panjat sosial, tapi benar-benar untuk kepentingan publik.

Politik kreatif oleh politisi

Politik sebagai cara mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, memungkinkan berbagai pendekatan ditempuh. Dalam kontestasi politik, utamanya jelang pemilihan umum (pemilu), kerap muncul berbagai cara untuk meraih dukungan publik.

Bahkan ada yang tidak segan-segan menghalalkan segala cara agar dapat tampil sebagai pemenang. Seperti menyebar hoaks dan fitnah guna menjatuhkan lawan, atau melakukan money politics untuk membeli pengaruh atau mendapatkan suara pemilih.

Namun politik tentu tak melulu urusan permainan kotor dan curang. Tidak semua yang terkait politik itu mengandung hal negatif. Kerap muncul inisiatif, inovasi atau gagasan baru, menjadi pendekatan politik yang kreatif, yang dapat disebut pula politik kreatif.

Beberapa inisiatif dalam sejumlah proses politik justru menunjukkan bagaimana kreatif-nya politisi dan para pendukungnya. Kreasi positif di panggung politik turut menjadi bukti kalau politik jelang pemilu tidak melulu tentang ‘perang politik’ dan ketegangan semata.

Bukan hal yang baru lagi kalau sosialisasi dan komunikasi saat kampanye politik dewasa ini begitu beragam. Seiring berjalannya waktu, para politisi mulai mengikuti perkembangan, dibuktikan oleh konten, program atau kegiatan kreatif dalam proses politik.

Mulai dari yang sudah sering terlihat, misalnya dengan menggunakan meme dan akronim bernada menarik, hingga para politisi yang memakai gambar dan kostum kreatif seperti superhero atau artis terkenal.

Hal-hal semacam ini, tentu menarik lantaran membuat pesta demokrasi atau kontestasi politik di tanah air tidak monoton, kampanye politik menjadi kreatif, unik dan bahkan lucu atau menghibur.

Bila pada waktu-waktu sebelumnya, orasi, panggung rakyat dan spanduk menjadi andalan para politisi, kini acap kali muncul aksi kreatif yang terkadang imajinatif untuk menarik perhatian masyarakat.

Seperti menggunakan musik dan lagu, atau video yang menampilkan profile serta memaparkan visi dan misi kandidat dengan lebih lembut serta mudah diingat, hingga strategi-strategi baru yang relevan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com