Salin Artikel

"Politik Kreatif" di Era Disrupsi

Realitas yang disebut sebagai disrupsi, karena secara fundamental mengubah semua sistem, tatanan, dan landscape yang ada ke cara-cara baru.

Mendesak lahirnya berbagai inovasi dan kreativitas, antara lain adalah apa yang kita kenal belakangan ini dengan istilah ekonomi kreatif.

Satu konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama.

Hal yang mengemuka dalam konteks ekonomi (baca: ekonomi kreatif) tersebut, mungkin pula diimplementasikan dalam berbagai konteks, termasuk pada proses atau dinamika politik.

Dengan demikian, tentu saja atau memungkinkan ada istilah “politik kreatif”. Terminologi atau tesaurus baru ini sengaja diajukan untuk mewakili berbagai aktivitas politik dengan pendekatan kreatif.

Sesuatu yang barangkali sejauh ini telah dipraktikkan dalam berbagai proses politik, tapi belum disimpulkan atau didefinisikan. Sama seperti kreativitas ‘ekonomi’, kreativitas ‘politik’ juga mengemuka karena disrupsi.

Mengonfirmasi bahwa politik dalam aktualisasi atau perjuangannya di era kekinian (disrupsi) pun memerlukan cara, pola serta strategi atau pendekatan-pendekatan baru yang kreatif dan adaptif.

Politik (meminjam teori klasik Aristoteles) adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Termasuk pula di dalamnya adalah cara memengaruhi kebijakan publik.

Politik juga adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Meliputi kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, juga tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Sedangkan kreatif dalam pengertian secara umum merupakan kemampuan yang ada pada individu atau kelompok yang memungkinkan mereka untuk mengupayakan atau melakukan terobosan baru.

Kreatif juga didefinisikan sebagai kemampuan dalam menciptakan hal-hal baru atau cara-cara baru, yang berbeda dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

Termasuk pula pendekatan-pendekatan tertentu dalam memecahkan masalah dengan cara yang berbeda. Semua cara baru atau pendekatan yang baru bisa digolongkan sebagai kegiatan kreatif.

Dari konteks definisi di atas, politik maupun kreatif, sama-sama merujuk pada suatu cara, pola atau pendekatan dalam menyikapi realitas faktual.

Politik adalah cara memengaruhi kebijakan publik, juga untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Sedangkan kreatif adalah kemampuan memecahkan masalah dengan cara yang baru.

Sehingga diksi politik-kreatif, dapat disimpulkan atau didefinisikan sebagai: cara memengaruhi kebijakan publik, mendapat atau mempertahankan kekuasaan dengan pendekatan yang kreatif.

Dengan demikian, politik kreatif adalah semua aktivitas politik dengan menggunakan pendekatan yang kreatif.

Politik kreatif tidak saja membuat dampak dan pengaruh dari satu upaya politik semakin luas dan besar, apalagi dengan memanfaatkan teknologi digital, tapi juga menghemat waktu dan meminimalisir political cost atau ongkos politik.

Melalui pendekatan kreatif, langkah politik bisa jauh lebih efektif dan efisien. Adapun dalam praktik atau aktualisasinya, politik kreatif bisa meliputi penggunaan berbagai konten kreatif.

Seperti narasi, satire dan jargon; penggunaan alat peraga, simbol atau gimmick; dan penggunaan media sosial atau teknologi informasi sebagai medium distribusi pesan yang efektif dan efisien, termasuk di dalamnya artificial intelligence.

Politik kreatif oleh masyarakat sipil

Masyarakat sipil yang kuat dan kritis adalah yang terlibat aktif dalam memengaruhi opini publik atau pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan mereka, dan itu adalah esensi demokrasi.

Semua yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam mengagregasi atau memperjuangkan kepentingan dan aspirasi mereka tentu saja masuk ranah politik, karena berhubungan dengan kekuasaan dan kebijakan.

Dalam konteks politik kreatif, upaya mendorong satu isu, atau memperjuangkan aspirasi oleh kelompok kepentingan, termasuk untuk meraih perhatian, baik itu dari khalayak maupun pemangku kewajiban, dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Seperti melalui surat terbuka yang berisi tuntutan, aspirasi yang berkembang di masyarakat kemudian viral dan menjadi perhatian politisi dan pejabat publik, sehingga responsif menyikapinya, adalah aktualisasi dari politik kreatif yang diinisiasi oleh masyarakat sipil.

Contohnya ‘Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi’ yang ditulis Abdillah Toha di kolom Kompas.com (30/5/2023), yang merupakan kritik dan masukan kepada presiden. Artikel itu menjadi terpopuler dibaca dan juga dibahas sejumlah media.

Atau ‘Surat Cinta untuk Wiranto’ untuk mengkritisi Menko Polhukam kala itu, yang menyatakan pengungsi korban gempa 2019 di Maluku adalah beban negara. Surat terbuka itu viral, hingga penulisnya diundang di studio Kompas TV di Jakarta, Wiranto pun minta maaf.

Begitu pula yang dengan netizen yang mengunggah satu peristiwa di masyarakat, seperti rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan melalui media sosial kemudian viral, dan memengaruhi respons pemerintah, juga merupakan politik kreatif.

Seperti baru-baru ini ruas jalan di Lampung yang hingga dikunjungi Presiden Jokowi dan kemudian diambil alih perbaikannya menjadi jalan negara oleh Kementerian PUPR setelah di-viralkan TikTokers.

Pun dengan protes yang pernah dilakukan Komunitas Beta Kreatif yang menerbitkan ‘Paspor Kedutaan Besar Maluku’ dan ‘Mata Uang Maluku’ sebagai simbol untuk mengkritisi kondisi kemiskinan dan mahalnya transportasi di daerah mereka.

Paspor dan mata uang itu sejatinya adalah satire atau gimmick yang disosialisasikan melalui media sosial pada 2019. Langkah itu viral, di-like, di-comment dan di-share hingga puluhan ribu kali, pun diliput sejumlah media termasuk televisi nasional.

Juga turut memantik pro dan kontra, karena ada yang justru memaknainya sebagai bagian dari gerakan disintegrasi. Kontroversi sejatinya atau bisa jadi merupakan target dari politik kreatif, dengan begitu isu yang didorong semakin menjadi diskursus publik.

Muaranya tentu saja agar isu atau aspirasi yang diusung melalui ‘politik kreatif’ itu mendapat perhatian dari pemangku kewajiban. Sebagai upaya membentuk opini publik dan memengaruhi kebijakan, cara atau pendekatan semacam itu tentu lebih efektif dan efisien.

Praktik politik kreatif juga sebenarnya dapat dilihat dari aksi memberikan ‘kartu kuning’ kepada Presiden Joko Widodo oleh Ketua BEM Universitas Indonesia. Aksi itu dilakukan saat presiden menghadiri acara Dies Natalis Ke-68 UI di Balairung, Depok, 2 Februari 2018.

Kartu kuning itu diacungkan di tengah forum sebagai bentuk kritik atas berbagai masalah di dalam negeri. Antara lain terkait data Kementerian Kesehatan RI tahun itu, bahwa ada 646 anak terkena campak dan 144 anak ditemukan gizi buruk di Asmat, Papua.

Menggunakan ‘kartu kuning’ sebagai simbol protes di tempat dan momentum yang tepat merupakan bagian dari politik kreatif, menarik publikasi dan didiskusikan lebih luas. Terpenting adalah pesan politik dapat diterima oleh pihak yang dituju lewat ‘aksi kreatif’ itu.

Bandingkan dengan cara lama atau konvensional yang kerap digunakan aktivis mahasiswa dalam menyikapi persoalan atau menyampaikan aspirasi, namun kurang efektif dan kehilangan simpati dari warga.

Biasanya dengan memobilisasi massa, menyewa alat pengeras suara, konvoi, membakar ban bekas, memacetkan jalan, menghambat aktivitas warga, tapi belum tentu efektif atau berdampak secara opini publik hingga memengaruhi kebijakan.

Era disrupsi memang mengharuskan semua orang, dalam hal ini pressure group, menjadi lebih kreatif dan responsif karena dengan begitu satu upaya politik akan lebih mengemuka, efektif dan efisien.

Publik sedang berada dalam fase baru di mana pendekatan kreatif tidak saja menjadi faktor pembeda, tapi juga adalah uji kecerdasan khalayak dalam menyikapi persoalan yang dihadapi, namun bukan untuk panjat sosial, tapi benar-benar untuk kepentingan publik.

Politik kreatif oleh politisi

Politik sebagai cara mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, memungkinkan berbagai pendekatan ditempuh. Dalam kontestasi politik, utamanya jelang pemilihan umum (pemilu), kerap muncul berbagai cara untuk meraih dukungan publik.

Bahkan ada yang tidak segan-segan menghalalkan segala cara agar dapat tampil sebagai pemenang. Seperti menyebar hoaks dan fitnah guna menjatuhkan lawan, atau melakukan money politics untuk membeli pengaruh atau mendapatkan suara pemilih.

Namun politik tentu tak melulu urusan permainan kotor dan curang. Tidak semua yang terkait politik itu mengandung hal negatif. Kerap muncul inisiatif, inovasi atau gagasan baru, menjadi pendekatan politik yang kreatif, yang dapat disebut pula politik kreatif.

Beberapa inisiatif dalam sejumlah proses politik justru menunjukkan bagaimana kreatif-nya politisi dan para pendukungnya. Kreasi positif di panggung politik turut menjadi bukti kalau politik jelang pemilu tidak melulu tentang ‘perang politik’ dan ketegangan semata.

Bukan hal yang baru lagi kalau sosialisasi dan komunikasi saat kampanye politik dewasa ini begitu beragam. Seiring berjalannya waktu, para politisi mulai mengikuti perkembangan, dibuktikan oleh konten, program atau kegiatan kreatif dalam proses politik.

Mulai dari yang sudah sering terlihat, misalnya dengan menggunakan meme dan akronim bernada menarik, hingga para politisi yang memakai gambar dan kostum kreatif seperti superhero atau artis terkenal.

Hal-hal semacam ini, tentu menarik lantaran membuat pesta demokrasi atau kontestasi politik di tanah air tidak monoton, kampanye politik menjadi kreatif, unik dan bahkan lucu atau menghibur.

Bila pada waktu-waktu sebelumnya, orasi, panggung rakyat dan spanduk menjadi andalan para politisi, kini acap kali muncul aksi kreatif yang terkadang imajinatif untuk menarik perhatian masyarakat.

Seperti menggunakan musik dan lagu, atau video yang menampilkan profile serta memaparkan visi dan misi kandidat dengan lebih lembut serta mudah diingat, hingga strategi-strategi baru yang relevan.

Saat ini, para politisi terutama petahana, baik kepala daerah atau legislator, banyak yang mulai menggunakan media sosial atau membuat website pribadi dengan konten-konten menarik dan kreatif.

Beberapa tampil ala youtubers atau konten kreator yang secara rutin mengirimkan aktivitas dalam bentuk video untuk menjangkau lebih banyak khalayak.

Sosialisasi dan upaya mendapatkan dukungan politik yang secara konvensional, lewat pengerahan massa dan panggung hiburan yang sudah tentu high cost, kerap kurang efektif juga tidak partisipatif mulai bergeser pada pendekatan yang lebih kreatif.

Fenomena politik kreatif ini, misalnya, dapat dilihat pada penggunaan baju dengan corak kotak-kotak dalam upaya memenangkan pasangan calon Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012.

Baju yang awalnya dibeli di Pasar Tanah Abang untuk digunakan kandidat saat mendaftar ke KPU, kemudian menjadi simbol kreatif untuk mengidentifikasi para pendukung Jokowi-Ahok dalam kampanye, turut membawa pasangan itu mengalahkan petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

Cara kreatif dalam proses politik juga nampak pula dilakukan oleh relawan ‘Teman Ahok’ saat mendukung Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang kembali maju berkontestasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Relawan ‘Teman Ahok’ saat itu beralasan atau merasa kepemimpinan Ahok perlu dilanjutkan karena dinilai membawa beberapa perubahan besar untuk Jakarta.

Bermodal tekad menyelamatkan Ahok dari ‘hutang budi’ terhadap partai politik (parpol), para relawan ‘Teman Ahok’ yang dikoordinasi sejumlah anak muda, bekerja kreatif, terutama memanfaatkan media sosial.

Mereka juga pengadaan posko di sejumlah mal untuk menggalang dukungan KTP sebagai syarat pencalonan Ahok lewat jalur independen. Hasilnya pun membuat banyak orang tercengang, termasuk parpol.

Tercatat lebih dari satu juta KTP terkumpul lewat aksi ‘politik kreatif’ untuk mendukung Ahok maju melalui jalur perseorangan. Miliaran rupiah uang pun terkumpul dari penjualan kaus dan aksesoris lainnya untuk kepentingan kampanye, hasil dari fundraising itu.

Sekalipun Ahok akhirnya maju lewat jalur parpol dan gerakan ‘Teman Ahok’ ditengarai bisa bergerak secara masif karena didukung kelompok pebisnis tertentu, pastinya fenomena ini menjadi catatan tersendiri bahwa proses politik, terutama partisipasi warga dapat diupayakan dan dikemas lewat pendekatan kreatif.

Seperti halnya pula dengan "Konser Salam Dua Jari" yang dilakukan oleh tim pendukung atau pemenangan Jokowi pada akhir masa kampanye, sebelum akhirnya terpilih dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014.

Hadirnya berbagai musisi dalam konser di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) adalah cara kreatif dalam menghadirkan dukungan, dan membentuk impresi dan persepsi publik yang kuat terhadap kandidat capres.

"Konser Salam Dua Jari" sekalipun adalah ajang menggalang dukungan politik, tapi diberi embel-embel ‘Konser Kemanusiaan’. GBK yang berkapasitas 88.000 orang tersebut dipadati oleh pendukung Jokowi-JK.

“Seumur hidup saya belum pernah melihat konser kemanusiaan sebesar ini," kata Abdee Slank salah satu inisiator kegiatan kepada Tempo, 6 Juli 2014 mengenai ‘Konser Politik’ itu.

Massa yang terdiri dari simpatisan, insan kreatif, milenial dan influencer itu turut membangun opini yang kuat, bahwa ada dukungan masif pada salah satu pasangan kandidat jelang pencoblosan.

Pilihan untuk membuat kampanye pamungkas mendekati hari pilpres dalam bentuk konser yang dibungkus embel-embel ‘kemanusiaan’ itu menjadi strategi jitu dan tentu adalah bentuk politik kreatif.

Penggunaan politik kreatif juga dapat dilihat saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno meluncurkan program ‘politik kreatif’, One Kecamatan One Center for Entrepreneurship.

Program yang disingkat OKE-OCE itu, digagas oleh Sandiaga Uno yang merupakan pengusaha nasional. Meski merupakan program nyata, namun sulit ditepis adalah sebagai strategi branding saat kampanye untuk membangun citra dan menggalang dukungan politik.

Menjadi politik kreatif yang menarik, karena selain berdampak politik, yakni meningkatkan citra, popularitas dan elektabilitas kandidat, juga bermanfaat terutama dalam mendorong ekonomi warga.

Aksi lari pagi oleh Ganjar Pranowo saat berkunjung ke sejumlah kota usai ditetapkan sebagai bakal capres dari PDIP juga adalah politik kreatif. Memanfaatkan kegemaran berlari untuk sosialisasi politik, menyapa massa pendukung dan punya konten untuk media.

Tentu ada berbagai praktik politik kreatif yang ada di sekeliling kita. Cara-cara baru dan kreatif yang dilakukan para politisi atau juga pendukungnya dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan menjadi pendekatan politik kreatif.

Setiap kegiatan atau aktivitas politik yang dilakukan atau disajikan secara kreatif dan merupakan satu inisiatif baru, dapat dikatakan sebagai politik kreatif. Adalah cara masyarakat dan politisi adaptif dengan perubahan sosial. Creative today, successful later.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/06/09182261/politik-kreatif-di-era-disrupsi

Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke