Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asputia Damayanti
Mahasiswa S2

Mahasiswa Magister Analisis Kebijakan Publik FIA UI

Menilik Urgensi Optimasi Diversi dalam Peradilan Pidana Anak

Kompas.com - 05/06/2023, 16:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRAKTIK peradilan pidana anak di Indonesia masih jauh dari cita-cita ideal yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Hal itu terlihat dari sejumlah data pelaksanaan Diversi hingga pengetahuan aparat penegak hukum.

Kasus anak berhadapan hukum (ABH) hingga 2020, menurut data Laporan Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak Tahun 2021 yang dilansir dari halaman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menunjukkan Mahkamah Agung mencatat ada 5.774 kasus. Dari angka tersebut, hanya 452 kasus yang diselesaikan dengan Diversi.

Sementara menurut data versi Kepolisian Republik Indonesia, kasus ABH tercatat 8.914 kasus, selesai melalui Diversi hanya 473 kasus.

Versi lain menurut Kejaksaan Republik Indonesia, kasus ABH tercatat 7.329 kasus, dengan penyelesaian Diversi 908 kasus.

Hal ini menunjukkan, dari seluruh kasus ABH pada 2020, tidak sampai 10 persen yang diselesaikan dengan Diversi.

Selain itu, hingga 2020, data Mahkamah Agung menunjukkan dari 4.414 hakim di seluruh Indonesia, baru sejumlah 2.240 hakim yang telah mengikuti pelatihan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Sementara data Bareskrim Polri menunjukkan, 1.401 anggota kepolisian belum mengikuti pelatihan/kejuruan PPA/SPPA, dan baru 650 anggota kepolisian yang mengikuti pelatihan terpadu SPPA.

Hal ini mencerminkan bahwa praktik peradilan pidana anak di Indonesia masih jauh dari cita-cita ideal yang dituangkan dalam UU SPPA.

Fungsi dan tujuan kebijakan Diversi masih belum dapat dimengerti dan diterima secara menyeluruh oleh aparat penegak hukum (APH) maupun oleh masyarakat Indonesia.

Sebelas tahun sejak diundangkannya UU SPPA, Diversi perlu didudukkan kembali dengan semangat restorative justice yang melandasinya, serta asas kepentingan terbaik bagi anak yang menjadi konsensus di dalam Konvensi Hak Anak (KHA).

Hal ini tidak hanya perlu dicermati dalam ranah praktis, namun perlu dimaknai hingga ranah konseptual.

Sistem peradilan pidana anak saat ini belum dirancang secara sempurna untuk membantu anak dalam perjuangannya untuk mengatasi viktimisasi terhadap anak.

Dalam Pasal 5 UU SPPA ayat (2) huruf a dan huruf b menyebutkan bahwa Diversi wajib diupayakan. Namun kerap kali implementasi Diversi gagal akibat asingnya kebijakan ini bagi masyarakat, bahkan bagi APH sekalipun.

Implementasi Diversi berfokus pada konsep pemulihan keadaan terhadap kondisi semula terhadap pelaku dan korban anak (Considene, 1995).

Berlandaskan konsep restorative justice, maka semangat utama untuk keberhasilan implementasi Diversi sesungguhnya melekat pada 3 (tiga) faktor yaitu Korban, Pelaku, dan Masyarakat.

Implikasinya, kejahatan dipandang sebagai pelanggaran terhadap masyarakat, bukan terhadap Negara (Braithwaite, 1989).

Fokusnya mengenai apa yang diatur, bukan siapa yang mengatur. Maka konteks pelaku, korban, dan masyarakat sebagai aspek yang diatur, wajib memiliki peran yang maksimal di dalam implementasi Diversi.

Pada aspek inilah, Diversi perlu dioptimasi dengan mendudukkan kembali semangat restorative justice.

Pakar hukum anak Universitas Pancasila, Yunan Prasetyo Kurniawan, menyoroti hal ini sebagai gap dalam UU SPPA yang belum mengatur secara spesifik fungsi dan peran serta masyarakat.

Masyarakat yang seperti apa dan bagaimana, yang mampu memberikan pengaruh dan dampak bagi optimasi implementasi Diversi.

Masalah praktis lainnya, asingnya pengetahuan mengenai kebijakan Diversi membuat masyarakat tidak meyakini bahwa kebijakan Diversi mampu memberikan jaminan kepastian hukum bahwa tidak akan terjadi perulangan kejahatan.

Sementara APH sebagai aspek yang mengatur, perlu memiliki pemahaman, persepsi, dan tingkat pengetahuan yang setara mengenai Diversi, untuk menghindari ketidakseragaman praktik Diversi pada penanganan perkara tindak pidana anak.

Hal ini perlu didorong melalui pendidikan dan pelatihan SPPA terpadu yang berkelanjutan bagi APH.

Revolusi budaya

Sebagai bangsa warisan kolonialisme Belanda, positivisme barat dengan penghukuman retributif sangat melekat dalam budaya masyarakat.

Untuk menggeser paradigma retributif menjadi restoratif, diperlukan juga adanya revolusi mental di dalam masyarakat.

Pembalasan dengan pidana penjara maupun ganti rugi materil yang sebesar-besarnya, kerap menggagalkan implementasi Diversi untuk dilakukan antara pihak pelaku dan korban.

Korban seringkali merasa sakit hati dan menganggap wajar jika pemidanaan dilakukan maupun ganti rugi diminta sebesar-besarnya.

Pada beberapa kasus di daerah, pidana anak juga seringkali diselesaikan dengan mengikuti hukum adat.

Kurniawan (2022) dalam penelitiannya, melihat permasalahan ini karena belum adanya substansi pengaturan secara jelas mengenai petunjuk teknis terhadap tolok ukur dan batasan dalam praktik pelaksanaan kebijakan Diversi.

Restitusi juga perlu diatur secara jelas, sehingga menjadi suatu kewajaran ganti rugi yang dapat dipenuhi dan diterima oleh pelaku, korban, dan masyarakat.

Ai Maryati Sholihah, Ketua Komisi Perlindungan Anak, pada laman kpai.go.id menekankan pentingnya komitmen masyarakat dan pemerintah untuk membenahi permasalahan kultural demi pencapaian dan pemenuhan perlindungan bagi hak-hak anak secara proporsional.

Perlu disadari, bahwa pelanggaran pada anak bukanlah murni kesalahan anak. Orangtua, keluarga, dan lingkungan sebagai garda terdepan dalam pendidikan dan penjagaan terhadap anak, turut mengambil peran di dalamnya.

Mereka memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dan memulihkan keadaan seperti semula. Anak bukan untuk dihukum dan penjara bukan tempat yang tepat bagi tumbuh kembang anak. Masa depan anak adalah hal yang utama.

Sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat tentang peran Diversi sebagai kepentingan terbaik bagi anak perlu untuk dilakukan secara serius dan berkelanjutan.

Pembentukan masyarakat restoratif dalam jangka panjang, perlu menjadi agenda revolusi mental dan budaya di dalam sistem hukum.

Di berbagai negara maju, pendidikan restoratif telah ditanamkan sejak usia dini melalui sekolah-sekolah berbasis restoratif.

Kebijakan Diversi hingga saat ini masih menjadi opsi yang tidak populer untuk dipilih masyarakat dalam kasus ABH sebagaimana diundangkan dalam SPPA.

Karena secara substansi yuridis, Diversi wajib diupayakan secara proses, tetapi tidak bersifat mutlak dipilih bagi masyarakat.

Inilah dualisme substansi dasar yang perlu menjadi refleksi bagi optimasi implementasi kebijakan Diversi dalam instrumen hukum UU SPPA.

Diversi perlu diatur dalam suatu instrumen hukum yang mutlak dan proporsional, bersifat multifungsi bagi ragam kasus ABH, terpisah (stand-alone), serta tidak tumpang tindih dengan bentuk hukum lain yang berlaku di masyarakat seperti hukum adat.

Hal tersebut yang kemudian tentunya berimbas pada tataran implementasi di lapangan terkait tugas pokok dan fungsi, serta model koordinasi antarlembaga dalam pelaksanaan kebijakan Diversi dalam SPPA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com