Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap "Cawe-cawe" Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

Kompas.com - 02/06/2023, 08:19 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengakuan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahwa dirinya akan "cawe-cawe" demi bangsa dan negara di pemilihan umum (Pemilu) 2024, bakal membuat kenegarawanannya dipertanyakan.

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan bahwa Presiden tidak seharusnya ikut campur atau membantu calon pilihannya dalam pemilu berikutnya, di mana sudah tak ambil bagian sebagai kandidat.

"Mantan presiden mestinya sudah berpikir menjadi negarawan yang merangkul semua kalangan. Bukan membangun keterbelahan yang lebih serius dibandingkan pemilu sebelumnya," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (1/6/2023).

"Bagi saya, Presiden Joko Widodo terlihat belum dewasa selama dua periode kepemimpinannya, dan malah meruntuhkan dia sebagai kandidat negarawan ke depannya sebagai seorang mantan presiden," ujarnya lagi.

Baca juga: Hati-hati Pak Jokowi, Sikap Cawe-cawe Bisa Diikuti Ratusan Kepala Daerah

Feri khawatir langkah Jokowi ini bisa dibaca sebagai lampu hijau untuk pengerahan aparat negara dalam urusan elektoral.

Sebagai kepala negara, ada berbagai lembaga negara yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Pasalnya, kepala negara juga membawahi ratusan kepala daerah yang juga bakal menghadapi Pilkada 2024.

Menurut Feri, masalah kian runyam karena terdapat 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota bakal habis masa jabatannya jelang tahun 2024. Posisi mereka digantikan oleh penjabat (pj) kepala daerah dari kalangan pejabat tinggi madya.

Baca juga: Ganjar Sebut Cawe-cawe Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Meski Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan aturan bahwa pengusulan kandidat Pj kepala daerah harus atas rekomendasi parlemen secara seimbang, tetapi nama yang diputuskan menjadi Pj kepala daerah ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat.

Padahal, Feri mengatakan, Jokowi adalah Presiden RI, bukan presiden partai politik maupun presiden kandidat capres tertentu belaka.

"Langkah presiden bisa dibaca bahwa presiden akan menggunakan relasi kekuasaannya kepada 34 kementerian, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, dan semua yang berada di dalam ruang kabinetnya dari pusat hingga ke daerah," kata Feri.

"Ini tentu saja bisa saja sangat merugikan," ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Cawe-cawe Jokowi Jelang Pemilu Dikhawatirkan Bisa Memicu Ketidakadilan

Feri lantas menyinggung alasan dibuatnya aturan cuti bagi presiden yang hendak berkampanye, yakni menghindari penggunaan fasilitas dan kewenangan pejabat negara dalam urusan politik praktis.

Jika tidak menjalani cuti di luar tanggungan, potensi penyalahgunaan kekuasaan itu hampir pasti terjadi karena segala hak istimewa, fasilitas, sumber daya, dan kewenangan itu melekat kepada jabatan presiden.

"Dan kalau itu berkaitan dengan menguntungkan calon presiden tertentu atau yang dia sedang mendukung tentu akan ada potensi abuse of power," ujar Feri.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com