JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) banyak yang meninggal dunia karena beberapa sebab.
Penyebabnya, antara lain dipekerjakan secara berlebihan, tidak memiliki jaminan kesehatan, kekerasan oleh majikan, hingga kecelakaan kerja.
"Mengapa mereka meninggal? Karena mereka kerja overload ya. Juga tanpa jaminan kesehatan. Tapi juga ada yang karena kecelakaan kerja, karena kekerasan oleh majikan," kata Wahyu saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (1/6/2023).
"Dan karena statusnya undocumented sehingga identifikasi sebab-sebab kematian kadang kadang juga tidak jelas," ujar dia.
Baca juga: Modus Perdagangan Orang ke Luar Negeri, Pakai Visa Turis, Umrah, atau Ziarah
Wahyu mengungkapkan, kasus TKI ilegal yang tak terdokumentasikan banyak menimpa korban TPPO asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Utamanya, terjadi pada korban TPPO yang dikirim ke Malaysia untuk dipekerjakan di perkebunan atau sebagai pekerja rumah tangga.
Dia pun memaparkan bagaimana sindikat TPPO menjerat calon korban mereka.
Menurut Wahyu, sindikat biasanya melihat korban yang sedang terdesak kondisi ekonomi.
"Biasanya sindikat ini merekrut korban ketika korban merasa terdesak ya. Bisa terdesak karena utang, atau bisa terdesak karena dia tidak punya pekerjaan," ujar Wahyu
"Dengan iming-iming yang menggiurkan dia bisa merekrut. Dan ini sindikat TPPO baik corak lama maupun baru selalu menggunakan metode ini," kata dia.
Baca juga: BP2MI Laporkan 5 Nama Bandar Perdagangan Orang ke Mahfud MD
Sebelumnya, Kepala Badan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, ada 1.900 jenazah WNI korban TPPO yang dipulangkan ke Indonesia sejak 2020 hingga saat ini.
Selain itu, ada 3.600 korban TPPO lain yang sakit, cacat fisik, depresi ringan hingga berat.
Benny mengaku telah menyerahkan lima nama bandar yang diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mereka diduga menjadi bandar yang menempatkan WNI untuk bekerja di Malaysia dan Singapura melalui Batam.
"Iya (lima sindikat diserahkan). Mestinya mereka diduga kuat menjadi bandar yang selalu menempatkan (pekerja) ke Malaysia dan Singapura melalui Batam," ujar Benny pada Kamis.
Menurut Benny, kesimpulan mengenai lima sindikat ini berdasarkan hasil kajian, investigasi, dan penyelidikan yang dilakukan lembaganya.
Selain itu, berdasarkan informasi para pegiat kemanusiaan di Batam.
Untuk mendukung laporan mengenai sindikat tersebut, BP2MI sudah menyerahkan sejumlah dokumen, di antaranya manifes atau data penumpang di kapal yang membawa WNI korban TPPO.
Baca juga: Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada Backing-mem-backing
Benny menyampaikan, modus para sindikat dalam mengirim korban TPPO ke luar negeri dengan menggunakan visa turis, visa ziarah, atau visa umrah.
Adapun Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menggelar rapat terbatas mengenai persoalan TPPO di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa (30/5/2023).
Dalam rapat itu, Presiden Jokowi menyatakan akan melakukan restrukturisasi satuan tugas tim TPPO untuk segera mengambil langkah cepat dalam penanganan permasalahan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.