Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Pancasila dari dan untuk Siapa?

Kompas.com - 01/06/2023, 06:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pancasila yang moderat juga tidak bisa ditafsirkan dan diimplementasikan dengan pandangan-pandangan yang ‘radikal-ekstrem’, karena akan bertentangan dengan hakikat Pancasila itu sendiri.

Pemahaman nasionalisme yang ultranasionalisme dan menjurus chauvinisme, juga keagamaan yang radikal-ekstrem semacam cita-cita negara agama atau teokrasi dan fundamentalisme agama, tidak relevan dengan nilai Pancasila.

Termasuk multikulturalisme radikal-ekstrem (pluralisme dan liberal-sekuler) serta semua ideologi radikal-ekstrem lainnya, seperti komunisme juga liberalisme-sekularisme, tentu tidaklah sejalan dengan Pancasila yang berwatak-dasar moderat itu.

Pancasila sejauh ini terbilang sukses memoderasi berbagai pemahaman yang berkembang di masyarakat untuk berimbang dan terbuka. Inilah yang dapat disebut the moderating effect of Pancasila atau efek moderat dari Pancasila.

Sehingga meski dengan populasi besar, tersebar di banyak pulau, dengan bahasa, suku, agama dan adat istiadat yang berbeda-beda, tapi mau melebur atau menyatu dalam satu negara-bangsa; Indonesia.

Sekalipun syarat negara kesatuan (meminjam pendapat Raymond Garfield Gettell, profesor ilmu politik Amerika Serikat) terdiri dari: satu daratan; tidak luas wilayahnya; tidak banyak penduduknya; dan tidak majemuk masyarakatnya.

Semua syarat-syarat yang sejatinya inkompatibel atau diametral dengan Indonesia sebagai negara kesatuan, namun Pancasila mampu memoderasi ‘anomali’ yang ada, sehingga Indonesia tetap eksis hingga saat ini.

Pancasila teruji efektif sebagai instrumen pemersatu. Karena meskipun menurut sejarawan Furnivall (2009) bangsa majemuk pada dasarnya nonkomplementer, laksana “air dan minyak”, namun dapat bersatu karena ada nilai yang mempersatukan, yaitu Pancasila.

Pancasila untuk?

Bila membaca butir-butir Pancasila, tentu terlihat bahwa sesungguhnya Pancasila adalah guidance untuk (for) menuju pada satu titik utama atau gerbang yang termaktub pada sila kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Itu artinya, Pancasila sejatinya adalah untuk menuntun Indonesia menuju kesejahteraan bersama. Merupakan paradigma untuk mengaktualisasikan keadilan bagi semua anak bangsa.

Namun melihat realitas kekinian, selama Indonesia bergulir, harus diakui masih jauh dari harapan, utamanya terkait keadilan distributif. Semua itu dapat dilihat dari ketimpangan atau disparitas pembangunan, khususnya antara kawasan barat dan timur Indonesia.

Memang wajah ketimpangan tidak saja terkait atau hanya di wilayah timur, sejumlah daerah di kawasan barat juga kondisinya masih memprihatinkan. Namun secara vulgar, disparitas itu terlihat begitu mencolok antara kawasan barat dan timur Indonesia.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI tahun 2019, menyebutkan ketimpangan antar wilayah di Indonesia sangat tinggi. Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, sementara kawasan barat Indonesia 10,33 persen.

Ketimpangan pun dapat diperiksa pada urusan pendidikan. Misalnya, Webometrics, lembaga pemeringkat perguruan tinggi terbaik di dunia, pada edisi Februari 2023, kembali menempatkan 10 kampus terbaik di Indonesia ada di Pulau Jawa dan Sumatera.

Begitu pula dalam berbagai temuan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hampir semua indeks ketertinggalan yang mempertegas ketimpangan dan ketidakadilan secara nasional berada di kawasan timur Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com