Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem Anggap Bahaya jika Pilihan Sistem Pemilu Ditentukan MK

Kompas.com - 31/05/2023, 16:56 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganggap tak ideal sistem pemilu di Indonesia ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini diungkapkan menjelang putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka.

Hari ini, Rabu (31/5/2023), Perludem sebagai salah satu pihak terkait menyerahkan berkas kesimpulan ke MK terkait perkara ini.

"Sistem pemilu itu adalah pilihan politik dengan mempertimbangkan misalnya konfigurasi politik di Indonesia, mempertimbangkan sosiokultural yang ada dan lain sebagainya," kata peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz, Rabu.

Baca juga: Posisi MK yang Kian Terkunci untuk Tolak Proporsional Tertutup

Ia menambahkan, UUD 1945 tidak menentukan secara eksplisit sistem pemilu yang harus digunakan Indonesia.

Ia menganggap, hal itu berarti konstitusi memberi keleluasaan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan sistem pemilu yang paling sesuai dengan kondisi aktual bangsa.


Jika MK menentukan bahwa pemilu sistem proporsional terbuka inkonstitusional, dan menetapkan sistem pemilu tertentu yang konstitusional, maka dikhawatirkan sistem-sistem lain tak bisa digunakan di masa depan.

"Mungkin sekarang sistem pemilu yang lebih relevan adalah sistem proporsional. Tetapi, di masa depan nanti bisa jadi yang lebih relevan adalah sistem campuran atau sistem mayoritas," ujar Kahfi memberi contoh.

Baca juga: Profil Denny Indrayana, Pakar Hukum yang Ribut soal Anies Bakal Dijegal dan Isu Putusan MK

"Ketika MK memutuskan satu sistem yang konstitusional, maka tidak ada ruang evaluasi sistem di masa depan," ujarnya.

Kahfi berujar, dalam naskah kesimpulan yang diserahkan ke MK, Perludem menyebut bahwa "akan sangat berbahaya ketika sistem pemilu itu diputuskan oleh MK".

Perludem disebut meminta MK menolak gugatan ini. Seandainya memang pemilu sistem proporsional terbuka perlu dievaluasi, maka proses itu dilakukan di DPR RI melalui mekanisme open legal policy alih-alih ditentukan oleh MK.

Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyebut bahwa sidang pemeriksaan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka pada Selasa (23/5/2023) merupakan sidang pemeriksaan terakhir.

Total, ada 17 pihak terkait yang telah memberikan keterangan dalam perkara ini. Hari ini merupakan tenggat terakhir penyerahan naskah kesimpulan.

Baca juga: 8 Fraksi DPR Harap MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka

Sebelum membacakan putusan, majelis hakim konstitusi akan melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), sebuah forum yang memang selalu diadakan jelang pembacaan putusan atas perkara yang diadili.

"Kami akan segera menyelesaikan permohonan ini. Jadi, jangan dituduh juga nanti MK menunda segala macam, begitu," ujar Saldi, Selasa lalu.

Sebagai informasi, gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Di Senayan, sejauh ini, 8 dari 9 partai politik parlemen menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap kembalinya sistem pileg proporsional tertutup.

Hanya PDI-P partai politik parlemen yang secara terbuka menyatakan dukungannya untuk kembali ke sistem tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com