Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Menyoal "Cawe-cawe" Presiden Jokowi

Kompas.com - 31/05/2023, 06:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jadi Jokowi tidak punya wewenang lagi menentukan nasib bangsa ini dalam kapasitas sebagai presiden pilihan rakyat setelahnya. Wewenang itu akan berpindah ke presiden yang baru, terlepas barkategori "penerus" atau bukan "penerus" Jokowi.

Nah, jika Jokowi mengklaim "cawe-cawe" yang dia lakukan adalah untuk kepentingan bangsa setelah tidak lagi jadi presiden, maka Jokowi sudah mengedepankan preferensi pribadinya untuk periode 2024-2029, jauh di atas kepentingan pemilih.

Jelas-jelas logika tersebut "offside," karena mengesampingkan kedaulatan rakyat untuk masa kepemimpinan 2024-2029.

Karena itu, keputusan untuk "cawe-cawe" yang disampaikan dengan bangga tersebut perlu diberi kartu kuning dan diberi peringatan yang cukup keras.

Dan ketiga, dari sisi political leadership, Jokowi sejatinya berkewajiban mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang jauh lebih baik darinya, bukan malah menciptakan follower dan penerus.

"The function of leadership is to produce more leaders, not more followers," ucap Ralph Nader pada suatu waktu.

Jadi "cawe-cawe" Jokowi tidak saja mengangkangi logika demokrasi di mana kedaulatan rakyat seharusnya menjadi landasan dasar pemimpin terpilih pasca-Jokowi (bukan berlandaskan blue print buatan Jokowi), tapi juga menghancurkan jembatan regenerasi kepemimpinan nasional kita ke depannya.

Bagaimana mungkin regenerasi kepemimpinan nasional terbentuk, jika yang terjadi sebenarnya adalah "regenerasi Jokowi", yakni pemimpin yang akan mengabdi hanya kepada kepentingan Jokowi dan bekerja berdasarkan "blue print" yang telah ditetapkan oleh Jokowi.

Legitimasi Jokowi semestinya sudah usai pada Oktober 2024 nanti, lantas mengapa blue print dan kepentingan Jokowi harus dipatuhi dan diikuti oleh presiden terpilih yang bekerja untuk jangka waktu lima tahun setelah Jokowi tak lagi punya legitimasi? Bukankah hal itu sulit diterima akal sehat?

Bagaimana jika ternyata keinginan rakyat berbeda dengan hasrat Jokowi? Lalu bagaimana pula dengan kreatifitas presiden baru, apakah tidak boleh ia kreatif berdasarkan platform politiknya sendiri yang telah di-approve oleh rakyat via pemilihan presiden tahun 2024 nanti?

Kembali berkaca ke Amerika, seperti para pengamat yang membandingkan cawe-cawe Jokowi dengan Obama, Obama tidak bisa melarang Donald Trump menjadi kandidat presiden dan tidak menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menghalangi terpilihnya Donald Trump sebagai presiden. Sama sekali tak bisa.

Dan Obama juga tak bisa melarang Donald Trump untuk membatalkan UU Obamacare.

Yang membatalkan aksi Donald Trump untuk membabat Obamacare adalah kekuatan rakyat Amerika yang direpresentasikan oleh kekuatan politik di dalam Senate Amerika.

Dan yang mengagalkan Donald Trump berkuasa lagi saat pemilihan tahun 2020 adalah rakyat Amerika, bukan Obama.

Bahkan Donald Trump yang menjabat sebagai presiden aktif saja tidak bisa memaksakan kemenangannya di pemilihan 2020 lalu. Lantas, pada "cawe-cawe" Obama bagian mana yang mau dijadikan referensi?

"Everybody in the world is capable of democratic development. Some people in the world are unlucky enough to get stuck with really bad political leadership and with really bad political institutions," kata Condoleezza Rice; Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di kepemimpinan Presiden George W. Bush.

Mudah-mudah kita tidak termasuk kategori masyarakat "unlucky enough" yang digambarkan Condoleezza Rice, karena sebenarnya kita masih yakin bahwa kita memiliki penguasa dengan kategori "good political leadership" di satu sisi dan masih memiliki "good political institution" di sisi lain. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com