Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Abaikan Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK

Kompas.com - 26/05/2023, 20:34 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, Presiden Joko Widodo sebaiknya mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun.

Jokowi pun diminta melanjutkan pembentukan panitia seleksi calon pimpinan baru KPK.

"Presiden sebaiknya mengabaikan putusan MK. Ini untuk kepentingan penguatan KPK, meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan panitia seleksi calon pimpinan KPK baru," ujar Ismail dilansir dari siaran pers Setara Institute yang diterima Kompas.com, Jumat (26/5/2023).

Baca juga: Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang Jadi 5 Tahun, Firli Bahuri: Kami Siap Laksanakan

"Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk undang-undang (UU) agar segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut," lanjutnya.

Ismail mengatakan, putusan MK terkait masa jabatan KPK akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.

Lebih lanjut, Ismail menilai, apa yang disampaikan oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono dengan mengacu pada pertimbangan putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat, adalah tafsir juru bicara dan bukan bunyi putusan.

"Oleh karena itu bisa diabaikan. Betul bahwa putusan MK final dan mengikat dan berlaku saat diucapkan, tetapi obyek uji materi di MK adalah norma abstrak dan tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret, seperti yang diminta Nurul Gufron," jelasnya.

"Apalagi sifat putusan ini adalah putusan yang sifatnya non-self executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini," tutur Ismail.

Sehingga, menurutnya jika putusan MK Nomor112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, maka MK tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif (berlaku ke depan). Namun, juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru.

Baca juga: Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK Dinilai Tak Serta-merta Perpanjang Kepemimpinan Firli dkk

Ismail pun berpendapat bahwa Keppres Nomor 129/P Tahun 2019 tentang pengangkatan KPK tetap sah hingga masa akhir jabatan pimpinan KPK berakhir di 2023.

"Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari empat tahun menjadi lima tahun adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU," tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, MK telah memutuskan mengabulkan permohonan uji materi UU KPK terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Adapun uji materi diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan putusan MK dibacakan pada Kamis (25/5/2023).

Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com