Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Timbulkan Pertanyaan Besar Menteri Jadi Capres

Kompas.com - 26/05/2023, 14:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELASA Siang, 16 September 2003, di kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan, “Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini ada etika politik yang sangat mempertanyakan bila ada menteri yang mencalonkan diri untuk mendapat kursi presiden.”

“Di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang kehidupan demokrasinya sudah maju, tidak ada menteri yang masih menjabat menteri mencalonkan diri menjadi presiden,” ujar Pramono Anung ketika itu, hampir 20 tahun lalu.

Waktu itu, Pamono Anung menyatakan pendapatnya seusai rapat rutin pimpinan partai yang yang dipimpin Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Pram berhadapan dengan para wartawan bersama Wakil Sekjen PDI Perjuangan lainnya (wakil sekjen lebih dari satu), yakni Mangara Siahaan (almarhum) dan Ketua DPP PDI Perjuangan Roy BB Janis (almarhum).

Mengapa menteri yang masih memegang jabatan menteri secara etis politis tidak pantas mencalonkan jadi presiden? Ketua DPP PDI Perjuangan Roy BB Janis memberi jawabannya.

Ia bilang, menteri yang manyatakan maju untuk jadi calon presiden dalam pemilihan presiden, menunjukkan bahwa ia tidak mengakui keberhasilan presiden yang mengangkatnya menjadi menteri.

“Mungkin yang bersangkutan tidak mengatakan hal itu secara eksplisit. Tapi bila menteri itu mencalonkan diri sebagai presiden, berarti ia menunjukkan sikap bahwa presiden yang sekarang ini kurang pas,” ujar Roy Janis.

Sedangkan, Wakil Sekjen PDI Perjuangan Mangara Siahaan mengatakan, bukan hanya menteri yang harus mundur bila yang bersangkutan mencalonkan diri jadi presiden.

“Bupati (baca juga wali kota) pun kalau mencalonkan jadi gubernur harus berhenti dari jabatannya,” ujar Mangara saat itu.

Waktu itu, Roy, Pram, dan Mangara mengaku persoalan yang dikemukakan itu tidak ada dalam peraturan atau ketentuan undang-undang.

“Tapi dari segi etika politik perlu dipertanyakan dan dikaji sikap menteri yang bersangkutan tersebut,” kata Pram 20 tahun lalu.

Dalam rapat pimpinan PDI Perjuangan waktu itu, juga dibahas soal hasil jajak pendapat dari masyarakat mengenai PDI Perjuangan.

Menurut Mangara saat itu, jajak pendapat atau survei memang baik dan perlu, tapi tidak tertutup kemungkinan adanya permainan politik di belakang hal itu diadakan.

Menurut Pram, polling, jajak pendapat atau survei perlu diperhatikan, tapi jangan sampai membuat kader PDI Perjuangan pesimistis.

“Tidak semua polling mempunyai tingkat kejujuran yang tinggi. Ada polling yang dibayar, ada polling yang direkayasa,” kata Pram saat itu, 20 tahun lalu.

Ketika membaca berita Kompas yang saya bikin dan dimuat di harian Kompas halaman 6 hari Rabu 17 September 2003, saya saat ini setuju apa yang dikatakan Pramono dan Mangara tentang polling yang kini lebih sering disebut survei.

Mungkin survei diadakan dengan jujur dan tidak direkayasa. Namun hal itu bagi saya bukan menjadi jaminan mutlak untuk kebenaran hasilnya nanti.

Rasanya tidak perlu saat ini mendewakan atau memberhalakan hasil survei. Tidak perlu. Namun kalau siapa pun mau membayar lembaga survei silakan saja, karena mereka perlu lapangan kerja dan penghasilan. Perlu iklan atau infotorial.

Inspirasi untuk menulis kembali berita tentang menteri yang mencalonkan untuk jadi presiden itu muncul setelah terjadi pembahasan publik tentang perjumpaan Gibran Rakabuming Raka bersama para relawan Jokowi- Gibran dengan Prabowo Subianto di Solo, Jumat, 19 Mei 2023 lalu.

Dalam pertemuan itu, para relawan menyatakan mendukung Prabowo untuk jadi calon presiden dalam pemilihan presiden 2024 nanti.

Dalam diskusi publik, ada yang mengatakan perjumpaan itu bisa diterima, karena yang satu wali kota Solo dan satu lagi menteri pertahanan dalam kabinet Jokowi. Jadi keduanya adalah sesama bawahan pemerintahan Jokowi.

Namun ada pula yang mempermasalahkan, karena Gibran dan Jokowi adalah “kader” atau petugas partai, PDI Perjuangan.

Dan Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra. PDI Perjuangan mencalonkan Ganjar Pranowo dan Gerindra calonkan Prabowo.

Karena perjumpaan Gibran dan Prabowo ini dalam suasana politik seperti sekarang ini, DPP Perjuangan memanggil Gibran ke Jakarta. Terjadilah klarifikasi politis.

Keriuhan di dunia politik jelang Pilpres 2024 ini mungkin bisa diberi konteks etika politik versi Pramono Anung, Roy BB Janis, dan Mangara Siahaan yang dikemukakan 20 tahun lalu.

Etika politik semacam itu mungkin bisa menjadi salah satu acuan atau referensi untuk melihat dan membaca pertemuan Gibran – Prabowo itu.

Apakah etika politik semacam itu sudah tidak berlaku saat ini? Ini pertanyaan saja yang bisa dijawab hati pembaca artikel ini.

Pramono tentu tidak perlu memberi komentar. Diam saja. Diam saja dulu seperti Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sampai hari ini (Kamis 25 Mei 2023), setelah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengoreksi “gemerlapnya” jalan tol yang merupakan bagian dari “gemerlapnya” pembangunan infrastruktur masa rezim ini.

Kembali pada persoalan perjumpaan Gibran bersama para relawan Jokowi – Gibran, dengan Prabowo.

Ada orang yang ikut dalam pertemuan di Solo yang saya kontak lewat pesan whatsapp. Saya minta komentar tentang pertemuan itu. Dia hanya berkomentar singkat: politik memang lucu.

Ada pula yang berkomentar, perjumpaan itu hanya sensasi atau gimik remaja milenial.

Memang sampai saat ini gerak-gerik para bakal calon presiden nampak masih menikmati adu gimik untuk menarik perhatian publik.

Ini seperti yang ditulis Iqbal Basyari di Kompas halaman 3, Jumat, 26 Mei 2023, berjudul “Menanti Gagasan Para Bakal Capres”.

“Gagasan dan program dari setiap bakal calon belum tampak,” tulis wartawan politik yang mengutip pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.

Tentang mengumandangkan gagasan atau program mungkin kita bisa belajar dari Jokowi dalam debat pertama capres di Jakarta, Senin 9 Juni 2014, sembilan tahun lalu.

Ketika itu, Jokowi menyerukan di depan Prabowo dan Hatta Rajasa tentang tradisi baru capres.

“Ya, tradisi yang baru, tradisi yang baru (diucapkan dua kali) ini harus kita mulai bahwa yang menjadi capres tidak harus ketua umum partai, seperti saya dan pak JK bukan ketua umum partai. Ini tradisi baru yang harus kita mulai dan saya kira dengan cara-cara seperti ini, nanti yang akan maju yang terbaik, bukan yang ketua partai,” ujar Jokowi yang mendapat tepuk sorak sebagian hadirin yang bukan pendukung Prabowo saat itu.

Ucapan Jokowi ini bisa dilihat dalam buku berjudul “Janji-Janji Jokowi-JK /(Jika) Rakyat Tidak Sejahtera, Turunkan Saja Mereka” halaman 274.

Buku ini ditulis oleh Ismantoro Dwi Yuwono yang dicetak pertama kali tahun 2014 dan diterbitkan oleh Media Pressindo, Jakarta.

Dalam debat capres, Senin 9 Juni 2014 itu, Jokowi juga punya gagasan tentang pemerintahan koalisi partai yang ramping dan bukan bagi-bagi kursi menteri.

“Sejak awal sudah kami sampaikan, sejak awal sudah kami sampaikan (kalimat ini diulang dua kali), sebuah koalisi, sebuah kerjasama yang ramping. Tidak banyak parpol yang bergabung tidak apa-apa, tetapi yang paling terpenting adalah bahwa dalam bekerja nantinya kita mengedepankan kepentingan rakyat, bukan membagi-bagi menteri di depan, bukan membagi-bagi kursi di depan. Yang paling penting adalah, sejak awal sudah kami sampaikan, kerjasama kita adalah koalisi kerjasama ramping. Ini untuk menghindari nantinya, yang terjadi tidak hanya bagi-bagi kursi,” demikian transkrip ucapan Jokowi dalam debat yang dimuat di halaman 273 buku itu.

Tol laut jangan kelaut

Ada gagasan lain yang disampaikan Jokowi dalam debat capres kedua hari Minggu, 15 Juni 2014. Ini perlu direnungkan, dipelajari dan dikaji para bakal calon presiden nanti.

“Infrastruktur di negara kita ini, menurut saya, ke depan, yang paling penting adalah tol laut. Tol laut ini sangat penting sekali, sehingga yang namanya kapal, dari barat sampai ke timur, dari ujung Sumatera sampai nantinya di Papua, itu selalu ada, bolak-balik-bolak-balik…………..Tidak seperti sekarang ……..karena infrastruktur tidak dibangun berdasarkan kelautan, karena kita adalah negara maritim dan laut tidak diberi perhatian…..Kedua, dan laut, transportasi laut merupakan trasnportasi yang sangat murah.”

Demikian antara lain ucapan Jokowi yang ditranskrip dan dimuat di halaman 306 buku berjudul “Janji-Janji Jokowi-JK - (Jika) Rakyat Tidak Sejahtera, Turunkan Saja Mereka!”.

Jangan sampai infrastruktur tol laut sekarang diucapan dengan ucapan “itu sudah ke laut”.

Politik lucu ya? Ada teman yang bilang politik itu bukan hanya lucu, tapi juga bisa menebarkan sistem “cucurut cungkringisme”. Maksudnya, gema suaranya terdengar, tapi tidak nampak wujudnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com