"Jadi saya pikir orang ini jenius, makanya saya dukung penuh Pak Habibie," ucap Fahri.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi, Cerita Tegang Wartawan Istana Siarkan Soeharto Mundur padahal Masih di Mesir
Fahri percaya, Habibie bukanlah orang orde baru.
Kata dia, Habibie adalah anomali di pemerintahan Soeharto, yang membawa kultur baru, pemikiran baru tentang demokrasi, teknologi dan pluralisme.
Diketahui, pada 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998. Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.
Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca juga: Renungan Seperempat Abad Reformasi
Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti.
Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.
Pada 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Universitas Trisakti kemudian menggelar aksi yang berujung pada tewasnya empat mahasiswa akibat tembakan senjata aparat.
Tewasnya empat mahasiswa Trisakti tersebut kemudian memicu gelombang aksi lainnya pada 13 Mei 1998 yang berlangsung secara terus menerus.
Aksi tersebut menyebar dengan kerusuhan yang terjadi di kota-kota lainnya dan menyebabkan penjarahan dan pembakaran.
Seminggu setelah aksi itu tak kunjung berhenti, tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu BJ Habibie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.