JAKARTA, KOMPAS.com - Harian Kompas telah merilis hasil Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) 2023 untuk kategori kinerja pemerintah.
Dilansir pemberitaan Harian Kompas pada Senin (22/5/2023), survei dilakukan pada 29 April hingga 10 Mei 2023.
Hasil survei menunjukkan, kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mencapai 70,1 persen.
Dengan demikian, ada kenaikan 0,8 persen dari survei yang dilakukan pada Januari 2023.
Dari empat bidang yang dikaji pada survei kategori kinerja pemerintah, kesejahteraan sosial meraih tingkat kepuasan sebesar 78 persen.
Kemudian, tingkat kepuasan kinerja untuk politik dan keamanan mencapai 74,4 persen.
Kepuasan kinerja pemerintah untuk ekonomi sebesar 59,5 persen. Sementara itu, untuk kepuasan kinerja penegakan hukum sebesar 59 persen.
Adapun jika didalami lagi untuk bidang bidang penegakan hukum, rata-rata kepuasan untuk sub-bidangnya tidak lebih dari 53 persen.
Misalnya, menuntaskan kasus hukum (57,7 persen), menuntaskan kasus hak asasi manusia (55,5), menjamin perlakuan yang sama untuk semua warga (55,3), memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (53,8) serta memberantas suap dan jual beli kasus hukum (42,4 persen).
Merujuk hasil survei itu, Kepala Desk Politik dan Hukum Harian Kompas Antony Lee mengatakan, ada catatan yang diberikan oleh Komisi III DPR RI terhadap kinerja di bidang hukum.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Demokrat, Golkar, Perindo, Nasdem Jadi Partai Paling Disukai
Catatan itu yakni adanya fenomena penuntasan kasus-kasus hukum apabila menjadi viral di media sosial.
"Tetapi itu bukan sesuatu kondisi yang ideal sebenarnya. Karena kalau sistemnya berjalan dengan baik, penegakan hukum berjalan dengan baik, sudah ada SOP-nya berapa lama kasus ditangani, bagaimana kasus ditangani. Idealnya tidak perlu sampai viral kasus itu bisa tertangani," ujar Antony dalam diskusi yang membahas survei Kompas untuk kinerja pemerintah yang digelar secara daring pada Senin (22/5/2023).
"Catatan mereka (Komisi III) salah satunya juga menyoroti soal itu. Jangan sampai terjadi dalam tanda kutip, mereka bilang no viral, no justice. Jadi kalau tak viral tak ada keadilan. Itu satu kutipan yang sangat kuat sekali," ujar dia.
Menurut dia, untuk menghindari kondisi seperti itu, perlu ada reformasi secara kultural dan struktural terhadap penegak hukum.
Dengan demikian, semua kasus hukum dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.