JAKARTA, KOMPAS.com - Firman Hidayatullah, seorang aktivis serta fotografer aksi mahasiswa dan kerusuhan zaman Orde Baru menceritakan perjuangannya saat mengabadikan setiap detik sejarah menggunakan kamera ayahnya.
"Saya waktu itu mendeklarkan diri sebagai fotografer. Saya pakai kameranya bapak saya," ucap Firman saat menjadi salah satu pembicara di diskusi "Kesaksian Pelaku Sejarah" yang digelar di Graha Persatuan Nasional (Pena) 98, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Keputusannya menjadi fotografer, di samping ia tetap harus menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah, adalah karena prinsipnya dalam memberikan perlawanan dalam bentuk lain.
Selain menjadi perangkat aksi, tak lain tak bukan adalah menjadi pemotret sejarah.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Kembali dari Mesir, Jakarta seperti Lautan Api dari Atas Pesawat
Pada saat kerusuhan tahun 1998 itu, ia bercerita masih memiliki tabungan sejumlah Rp 2 juta yang ia simpan di lemari. Ia lalu memutuskan untuk membeli roll film untuk setiap aksi.
"Amunisi saya itu 2 roll di setiap aksi. Isi 36, ha ha ha," ujarnya tertawa lirih.
Firman lantas mengeluarkan kamera Nikon FM2 keluaran tahun 1977 yang saat itu dipakainya untuk mengabadikan momen sejarah reformasi 1998.
"Ini senjata saya. Ini sempat berlumuran darah waktu saya dipukulin di depan Atmajaya," ucapnya sambil terus memegang dan menatap kameranya dengan penuh arti.
Ia bercerita, saat aksi tersebut, massa aksi dipukul mundur dari arah Semanggi ke arah Bundaran HI. Saat itu, ia mengambil inisiatif, yang nyatanya malah membawa hal buruk bagi dirinya.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Soeharto Lengser, Habibie Jadi Presiden hingga Isu Kudeta
Firman memutuskan untuk naik ke Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), awal niatnya hanyalah untuk memotret massa aksi, tetapi ia malah kedapatan tentara dan diperintahkan untuk tiarap sejak maghrib sampai pukul 23.30 WIB.
"Terus saya melihat ada mahasiswa juga yang ga tau dari mana terus dipukulin. Saya foto aja, cekrek, cekrek, cekrek dari atas jembatan. Dan tentara naik, formasi kepung, udah, saya dipukuli di situ jam 12 malam," katanya berkisah.
Usai berlumur darah, Firman mengatakan terdapat polisi militer yang menyelamatkannya. Tak lama pula, ada sebuah ambulans yang keluar dari Universitas Atmajaya.
Sopir ambulans tersebut, kata Firman, berniat menolongnya. Setelah Firman masuk ke dalam ambulans, mobil tersebut malah dikepung dan ditembaki secara beruntun.
"Jadi saya masuk ICU rumah sakit bareng sama sopir ambulans yang mau nolong saya," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.