Walau tuduhan tersebut masih harus dibuktikan lagi melalui proses persidangan nantinya, Kejaksaan Agung dengan melibatkan Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus terus mengulik kemana saja aliran rasuah Plate mengalir.
Apakah hanya sebatas untuk kepentingan memperkaya pribadi atau rasuah tersebut mengalir ke kas partai, seperti sinyalemen sebagian orang.
Keputusan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh yang langsung mencopot jabatan Plate sebagai Sekjen Nasdem serta akan memberikan bantuan hukum untuk Plate, sudah tepat dilakukan mengingat Plate sebagai kader tidak dilupakan partainya walaupun dalam kondisi sulit dan susah sekalipun.
Nasdem pun tidak akan menyerahkan nama pengganti dari internal Nasdem sebagai kandidat pengganti Plate sebagai Menkominfo mengingat pengangkatan dan pemberhentian adalah hak preogratif Presiden Jokowi.
Penahanan Menteri Plate tentu saja dari kacamata hukum memang tidak terbantahkan. Keberanian Kejaksaan Agung menaikkan status Plate dari saksi menjadi tersangka tentu saja telah dilakukan dengan cermat.
Bahkan sebagian kalangan yang mengenal “kebusukan” di Kemenkominfo, mengaku heran dengan langkah lambat penyematan status tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Sebaliknya dari kacamata politik seiring dengan relasi Jokowi dengan Surya Paloh yang tengah berada di titik nadir - di antaranya diindikasikan tidak diundangnya Surya Paloh pada pertemuan para ketua umum partai-partai koalisi pendukung Jokowi ke Istana Negara saat Lebaran kemarin – penahanan Plate tentu saja mudah dikaitkan dengan imbas ketidakmesraan itu.
Kegigihan Nasdem yang menempuh “jalan berbeda” dengan teman seiring seperjuangan di koalisi pro pemerintahan Jokowi, yakni dengan mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres di Pilpres 2024, sebaiknya penetapan status tersangka terhadap Plate harus disikapi lagi dengan “penarikan” total kader-kader Nasdem dari Kabinet Indonesia Maju.
Momentum penahanan Johnny G. Plate harus dijadikan keberanian Nasdem bersikap tegas dan tidak lagi “plin-plan”.
Nasdem sering mengkritik pedas langkah-langkah politik Presiden Jokowi, tetapi tetap tidak berani menarik kader-kadernya dari kabinet. Nasdem tidak boleh lagi bermain dua kaki dan mencari aman di pemerintahan Jokowi.
Usai Plate ditahan dan dicopot jabatannya dari Menkominfo, Nasdem masih menyisahkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.
Usai penahanan Plate dan menyisahkan posisi menteri yang kosong, Jokowi harusnya melakukan konsolidasi politik untuk memperkuat pijakannya di Pemilu 2024 selain untuk memastikan jalannya pemerintahan tidak pincang.
Jika ada partai anggota koalisinya memang sudah jelas-jelas tidak seiring sejalan, Jokowi harus berani merombak kabinetnya dengan menggantinya dari kader partai yang masih setia atau kalangan profesional.
Kemenkominfo yang selalu “ketiban” apes di setiap rezim karena menjadi sapi perahan rasuah dari para menterinya, harus diisi oleh figur yang mengerti digitalisasi penyiaran, paham dengan kompleksitas persoalan layanan internet di tanah air yang masih “amburadul” serta manajemen penataan informasi di semua lini.
Tidak itu saja, pengganti Plate hendaknya bisa mengedepankan urusan kerakyatan dibandingkan urusan kepartaian.
Sisa pemerintahan Jokowi memang akan berakhir pada Oktober 2024, dan bisa dibilang tidak lama lagi. Akan tetapi, proses reshuffle tidak boleh dikaitkan lagi dengan kekhawatiran terjadinya ketidakefektifan jalannya pemerintahan.
Sekali lagi, Jokowi sebagai Presiden harus bisa memastikan jalannya pemerintahan tetap di bawah kendalinya. Mengganti tiga menteri dari Nasdem bukan perkara susah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.