Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Sepantasnya Kita Hapus Stigma Penjarah untuk Korban Kerusuhan 1998

Kompas.com - 16/05/2023, 15:22 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak semua pihak untuk menghapus stigma "penjarah" bagi korban meninggal dunia kerusuhan Mei 1998.

Dia mengatakan, banyak dari korban yang disebut para penjarah sebenarnya adalah warga yang dijebak, diajak, dan justru berniat membantu korban di tengah kerusuhan.

Hal itu merupakan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 yang sudah dipublikasikan.

"Karenanya, sepantasnya kita mengurai dan menghapus stigma "penjarah" pada saudara-saudara kita ini," ujar Andy dalam sambutan peringatan 25 Tahun Reformasi dikutip Kompas.com, Senin (15/5/2023).

Baca juga: Kilas Balik 25 Tahun Reformasi, Potret Mahasiswa Kuasai Gedung DPR RI

Andy mengatakan Komnas Perempuan sengaja membuat acara peringatan 25 Tahun Reformasi di TPU Pondok Ranggon, di Prasati Mei 1998.

Di dekat prasasti itu, kata Andy, terkubur 113 jenazah yang sudah tidak bisa diidentifikasi karena kehilangan nyawa dengan berbagai cara.

Kata Andy, prasasti tersebut adalah bukti kesungguhan dan upaya rekonsiliasi dua komunitas korban yang dulunya dibuat berhadap-hadapan oleh penguasa.

"Dimotori para peremuan, dari komunitas miskin kota dan perempuan Indonesia Tionghoa, ajakan untuk menjalin persaudaraan yang lebih kuat dengan memahami apa yang sebetulnya terjadi dalam Tragedi Mei 1998 mewujudkan prasasti ini," ucap dia.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel

Prasasti tersebut, tutur Andy, menjadi sangat penting untuk mengingat dan mencegah peristiwa serupa berulang di masa depan.

"Prasasti Mei 1998 menjadi ruang warga untuk berefleksi pada akar masalah dan faktor-faktor pemicu yang bisa jadi sampai saat ini belum terurai sehingga kemawasan untuk terus berupaya mencegah keberulangan harus terus ada, ditumbuhkan dan dirawat bersama," ucap dia.

Pada 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.

Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.


Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang mendadak jadi pengangguran, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.

Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.

Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda

Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti.

Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.

Aksi tersebut menyebar dengan kerusuhan yang terjadi di kota-kota lainnya dan menyebabkan penjarahan dan pembakaran.

Seminggu setelah aksi itu tak kunjung berhenti, tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu BJ Habibie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com