SAHABAT pembaca yang budiman, saat situasi dunia sedang tak menentu begini, mestinya kita memilih hening, merenung, bahkan berdoa dalam kekhusyukan mengharap ampunan pada Tuhan atas semua dosa kita.
Memohon keselamatan untuk diri pribadi, untuk negeri kita, dan untuk jagad ini. Lihatlah dengan hati, penderitaan besar sedang mengancam di depan mata.
Betapa sadisnya kita, kalau sampai malapetaka itu datang menyerang karena keculasan kita, kesombongan, serta kebodohan yang kita pelihara selama ini.
Anda yang pemimpin, bangunlah. Anda adalah ayah dari rakyat ini. Ingat, ayah! Betapa mulianya ayah yang mengayomi anak-anaknya. Jangan lalim.
Rakyat, patuhi dan dengarkanlah pemimpinmu. Berpolitiklah dengan riang gembira. Tak usah berbalahan hanya karena berbeda pilihan. Perbedaan kita jelas merupakan anugerah dari-Nya, jadi jangan dinodai.
Anda yang menjadi dukun, dokter, dan paramedis, bangkitlah. Dudukmu adalah bencana yang lebih besar. Segeralah ambil tindakan nyata, dari lingkungan rumah. Tersenyumlah di hadapan mereka yang kurang beruntung, tulus melayani dalam keprihatinan.
Anda yang mulia para penganjur agama. Tanggalkan alas kaki. Cobalah lihat setiap lorong dan gang sebelum berbicara, agar khotbah kalian tak menyesatkan umat.
Pedagang dan penyedia jasa, awas bala, kalau dengan sengaja kau naikkan harga, kalau kau sembunyikan barang yang ada hanya karena nafsumu yang serakah.
Sudah terlalu lama panji kebesaran kita tak lagi dikibarkan. Moral yang rapuh tak lagi disadari. Penyamun dan brutus semakin mewujud nyata. Etika sosial kebangsaaan pun telah diabaikan.
Sahabat semua, yakinlah bahwa kita akan tersenyum bahagia jikalau mau peduli terhadap sesama. Lakukan setiap aktivitas dan profesi kita seperti biasa, dengan ketenangan, cinta, welas asih, serta selalu tekun dalam laku lampah.
Ayo kita buang kebencian, saling curiga, baku tuduh, saling menyalahkan. Kita sungguh butuh kebersamaan dan kasih sayang. Air mata takkan menetes jika hati tak terluka.
Tawa takkan merekah jika hati tak terhibur. Rindu takkan hadir jika hati tak menyayangi. Cinta, takkan berputik jika tak mencintai.
Bangsa ini nyaris menuju jurang kehancurannya. Sendi kehidupan kita bergeser ke arah sebaliknya.
Hampir sulit menemukan kohesi yang menciptakan dinamika baru yang lebih baik, meski pada beberapa wilayah, hal itu masih terus digelorakan. Semoga Tuhan senantiasa menjaga dan menyelamatkan kita semua.
Pada usia ke berapa sebaiknya kita bisa terbebas dari belenggu pikiran yang selalu buruk, was-was, khawatir, curiga, rakus, tamak, kikir, dan takut mati karena jubelan dosa?
Sampai kapan kah kiranya kita harus berhenti mengagulkan diri, adigang, adigung, adiguna—dengan semua pencapaian di dunia?
Sehingga yakin bakal mendapat ganjaran surga setelah tak lagi mukim di bumi. Padahal kehidupan ini anugerah dari Tuhan. Lantas kenapa kita tak juga berbahagia?
Ini bukan tentang menyangka semua orang baik, tetapi tentang menyadari ada kebaikan pada segala sesuatu, pada setiap keadaan, dan pertemuan dengan siapa pun.
Baik-buruk perbuatan orang lain biarlah jadi urusan mereka dengan Tuhan dan dirinya sendiri. Sedangkan hati ini, sepenuhnya urusan kita pribadi.
Saya pernah dikhianati, tapi saya menemukan banyak kebaikan di balik kejadian itu. Saya pernah juga berada di titik nadir, tapi saya menemukan sahabat sejati hadir menemani di kala semua orang yang saya kenal, malah berpaling menjauh.
Semua yang tergelar di panggung raya penciptaan ini, bertabur kebaikan. Kepedihan yang paling pahit sekali pun, pasti menawarkan manis sebagai hadiahnya.
Tiada yang perlu ditangisi atas apa pun, selain meraih hati yang ridha pada diri kita sendiri. Sebab yang paling nyata adalah menemukan diri yang sejati.
Sejatinya, tiada perkara pelik dalam kehidupan ini. Apa pun ragam bentuknya. Toh segala yang terjadi, telah ditetapkan sebelumnya—termasuk kehadiran kita di sini.
Kecuali jika pikiran-perasaan kita dilamun badai dahsyat kesemrawutan, maka dunia pun jadi jungkir balik. Mana ujung-pangkal suatu soal, tak lagi bisa dikenali.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.