JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bappilu Partai Golkar sekaligus utusan tim pemenangan koalisi besar, Nusron Wahid menepis anggapan bahwa ada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik pembentukan koalisi besar yang sedang dibentuk oleh Golkar bersama PKB.
Adapun wacana pembentukan koalisi besar disebut akan diisi oleh partai-partai gabungan dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
"Pertanyaannya tak balik, kalau ada pertanyaan seperti itu, urusannya Pak Jokowi apa di balik ini semua?" ujar Nusron di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Nusron menyebut Jokowi tidak pernah menjadi anggota PKB selama ini. Lalu, politisi PDI-P tersebut juga tidak pernah menjadi bagian dari Golkar serta Gerindra.
Baca juga: Golkar Klaim Koalisi Besar Akan Jadi Poros Alternatif, Tidak Pro Cebong atau Kampret
Maka dari itu, Nusron mengaku heran ada pihak-pihak yang menuding Jokowi berada di balik koalisi besar.
"Terus apa alasannya Pak Jokowi ikut-ikutan di balik ini semua?" ucap dia.
Lalu, terkait tindakan Jokowi yang mengumpulkan ketum-ketum parpol pro pemerintah di Istana, Nusron juga merasa tidak ada yang salah dengan itu.
Dia mengatakan Jokowi hanya bertukar ide dengan kolega yang menjadi koleganya di pemerintahan saat ini.
Baca juga: The Golkar Way dan Perang Bintang 2024
"Kalau kemudian Pak Jokowi sebagai Presiden mempunyai urun rembuk terhadap koleganya sebagai sekutunya dalam arti koalisi, apa salahnya? Itu saja kalau hanya urun rembuk," imbuh Nusron.
Diketahui, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan enam ketua umum partai politik (parpol) koalisi pemerintah, minus Nasdem, di Istana Merdeka pada Selasa (2/5/2023) lalu, akhirnya membuat sejumlah pihak bersuara.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh meminta agar Jokowi berhenti bersikap seolah mendukung calon presiden (capres) tertentu di dalam kontestasi pemilihan presiden mendatang.
Alasannya, sikap itu membuat kontestasi Pilpres 2024 terkesan berat sebelah.
Hal yang sama disampaikan oleh Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK). JK mengingatkan agar Jokowi tidak terlalu banyak ikut campur dalam kontestasi perebutan kursi RI-1.
Menurut dia, Jokowi harus meniru sikap pendahulunya, yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menjelang masa akhir jabatannya.
“(Megawati dan SBY) itu (ketika jabatan) akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratislah,” sebut Kalla.
Sementara itu, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyatakan, negara semestinya tidak perlu mengarahkan masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Baca juga: PKB Ingin Golkar Turut Dukung Prabowo-Muhaimin pada Pilpres 2024
Sebab, menurut dia, masyarakat telah memiliki kedewasaan dalam memilih figur capres yang dianggap memiliki kinerja dan latar belakang yang baik. Sehingga, negara tak perlu memberikan intervensi di dalam kontestasi politik mendatang.
“Kalau negara sampai intervensi, namanya negara sedang melecehkan rakyat Indonesia. Mereka sudah matang, mampu untuk menentukan kepada siapa, tidak perlu ada intervensi-intervensi," tegasnya di bilangan Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.