JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI didesak segera merevisi aturan yang bisa mengurangi jumlah caleg perempuan, sebab tahapan pendaftaran bakal calon legislatif (bacaleg) sudah berlangsung sejak Senin (1/5/2023).
Jika tidak direvisi sesegera mungkin, dikhawatirkan tahapan pencalonan sudah semakin jauh, lalu tiba-tiba ada putusan hukum yang menganulir aturan tadi.
Hal ini berpotensi menimbulkan sengketa yang sangat banyak, karena akan ada ribuan bacaleg yang berpartisipasi dalam tahapan ini.
"Mestinya KPU bertindak cepat, karena proses (pendaftaran bacaleg) belum selesai dan masih dimungkinkan ada perubahan-perubahan menuju proses DCS (Daftar Calon Sementara)," kata anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, kepada Kompas.com pada Senin (8/5/2023).
Baca juga: Datangi Bawaslu, Koalisi Sipil Tuntut PKPU soal Kuota Caleg Perempuan Direvisi
Sebagai informasi, UU Pemilu mensyaratkan sedikitnya 30 persen jumlah caleg harus perempuan. Masalahnya, aturan baru KPU ini mengatur pembulatan ke bawah jika hasil perhitungan 30 persen dari jumlah alokasi kursi menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima, tak seperti aturan untuk Pemilu 2019 yang diberlakukan pembulatan ke atas.
Dengan pembulatan ke bawah, sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen.
Baca juga: Puskapol UI Nilai Tiada Urgensi KPU Bikin Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan
Jika hal ini terjadi di banyak partai politik dan banyak dapil, jumlah caleg perempuan diprediksi anjlok signifikan dan posisinya digantikan oleh caleg laki-laki.
Sejumlah pegiat pemilu dan aktivis kesetaraan gender berniat menguji Peraturan KPU ini ke Mahkamah Agung (MA). Seandainya MA memutuskan untuk mengembalikan teknis pembulatan ke atas, otomatis partai politik perlu menambah caleg perempuannya.
Ini tak mudah dilakukan. Sebab, partai politik mesti menendang caleg laki-laki yang secara hukum, berbekal aturan KPU saat ini, berhak masuk ke dalam DCS, untuk memberi tempat bagi caleg perempuan.
Proses ini lah yang diprediksi bakal menimbulkan sangat banyak sengketa dan rawan mengganggu tahapan pencalonan.
Baca juga: Aturan Baru KPU Bisa Kurangi Keterwakilan Caleg Perempuan di Hampir Separuh Dapil
"Yang diperlukan adalah komitmen KPU agar ini tidak berlarut-larut. Semakin KPU berargumen mencari banyak alasan dan pembenar atas peraturan yang mereka buat, semakin ini tidak kondusif," kata Titi.
Saat ini, KPU baru menerima pendaftaran bacaleg dari PKS. Masih ada 17 partai politik yang diprediksi memanfaatkan waktu hingga Minggu (14/5/2023) buat mendaftarkan bacalegnya.
KPU dianggap masih punya waktu untuk segera merevisi aturan ini, mumpung tahapan baru berjalan tak seberapa.