JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan enam ketua umum partai politik (parpol) koalisi pemerintah, minus Nasdem, di Istana Merdeka pada Selasa (2/5/2023) lalu, akhirnya membuat sejumlah pihak bersuara.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh meminta agar Jokowi berhenti bersikap seolah mendukung calon presiden (capres) tertentu di dalam kontestasi pemilihan presiden mendatang.
Alasannya, sikap itu membuat kontestasi Pilpres 2024 terkesan berat sebelah.
Baca juga: Anies Puji Jokowi soal Pembangunan Jalan Tol, tapi Kritik Subsidi Mobil Listrik
Surya menyampaikan hal itu usai bertemu dengan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, di Wisma Nusantara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
“Pak Surya juga mengingatkan kalau kayak begini ada sebuah situasi yang menjadi tidak berimbang, dalam image bahwa seolah-olah misalnya pemerintah atau Presiden yang berpihak pada calon tertentu,” ungkap Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto saat ditemui di Sekretariat Perubahan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat.
Diketahui, Nasdem memang menjadi bagian dari koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Namun, ketika pertemuan kemarin, Jokowi mengaku tidak mengundang Nasdem karena menganggap telah membentuk koalisi baru dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Koalisi itu diketahui berencana mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Sementara Jokowi, yang juga merupakan kader PDI Perjuangan, bersama partainya telah mengumumkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal capres PDI Perjuangan.
Baca juga: Jokowi Tak Lagi Anggap Nasdem di Koalisi Pemerintahan, Anies Bilang Begini
Hal yang sama disampaikan oleh Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di kediamannya di daerah Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023).
JK mengingatkan agar Jokowi tidak terlalu banyak ikut campur dalam kontestasi perebutan kursi RI-1. Menurut dia, Jokowi harus meniru sikap pendahulunya, yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menjelang masa akhir jabatannya.
“(Megawati dan SBY) itu (ketika jabatan) akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratislah,” sebut Kalla.
Ia menganggap pertemuan Jokowi dengan enam ketua umum parpol koalisi di Istana pasti membicarakan soal konstelasi politik. Sebab, Nasdem tak diundang dalam pertemuan tersebut.
“Tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya Nasdem diundang. (Kalau tidak) berarti ada pembicaraan politik,” ungkap dia.
Sementara itu, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyatakan, negara semestinya tidak perlu mengarahkan masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Baca juga: Pengamat: Pandangan JK dan Surya Paloh Siratkan Kegeraman atas Keberpihakan Politik Jokowi
Sebab, menurut dia, masyarakat telah memiliki kedewasaan dalam memilih figur capres yang dianggap memiliki kinerja dan latar belakang yang baik. Sehingga, negara tak perlu memberikan intervensi di dalam kontestasi politik mendatang.
“Kalau negara sampai intervensi, namanya negara sedang melecehkan rakyat Indonesia. Mereka sudah matang, mampu untuk menentukan kepada siapa, tidak perlu ada intervensi-intervensi," tegasnya di bilangan Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.